(Lagi) Sudirman Said Bela Diri Dalam Negosiasi Freeport
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
20 February 2019 18:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang juga mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said kembali membela diri terkait surat 7 Oktober 2015.
Surat yang disebut-sebut sebagai cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia di Papua. "Surat 7 Oktober 2015. Jadi surat itu seolah-olah saya yang memberikan perpanjangan izin, itu persepsi publik," kata Sudirman dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Sudirman membantah surat keluar atas inisiatifnya. "Saya ceritakan kronologi tanggal 6 Oktober 2015 jam 08.00 WIB, saya ditelepon ajudan Presiden untuk datang ke Istana. Saya tanya soal apa Pak, dijawab tidak tahu. Kira-kira 08.30 WIB saya datang ke istana. Kemudian duduk 5 sampai 10 menit, langsung masuk ke ruangan kerja Pak Presiden," ungkap Sudirman.
Namun, kata dia, pertemuan yang cukup penting presiden melalui asisten pribadi mengatakan bila pertemuan itu seolah-olah tidak pernah ada. "Sebelum masuk ke ruangan kerja saya dibisikkan oleh asisten pribadi (Presiden), Pak Menteri pertemuan ini tidak ada. Saya lakukan (mengungkapkan) ini semata-mata agar publik tahu," ujar dia.
Bahkan, lanjut dia, demi merahasiakan pertemuan itu, Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara yang mencatat setiap jadwal Presiden pun tidak tahu. "Kan ada Setneg, Setkab tapi dibilang pertemuan ini tidak ada," kata dia.
Ia pun menuruti pesan yang disampaikan asisten pribadi Presiden. Kemudian Sudirman masuk ke dalam ruang rapat di Istana Negara. Sesampainya di ruangan rapat, Sudirman merasa sangat kaget bahwa di dalam sudah ada James R. Moffet yang saat itu adalah bos Freeport McMoran Inc.
"Tidak panjang lebar presiden (Jokowi) mengatakan 'tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini'. Baik," kata Sudirman menceritakan apa yang disampaikan Jokowi.
Di pertemuan itu, Moffet menyampaikan draft tentang kelangsungan investasi PT Freeport di Indonesia. Namun, Sudirman tidak mau, dia pun memilih membuat draft yang posisinya lebih menguntungkan Indonesia.
"Saya bilang ke Moffet bukan begini cara saya kerja. Kalau saya ikuti draft-mu, maka akan ada preseden negara didikte oleh korporasi. Dan saya akan buat draft yang melindungi kepentingan republik," kata dia.
Setelah draft selesai, dia pun menemui Presiden Jokowi untuk menunjukannya.
"Saya katakan (ke Presiden) drafnya seperti ini dan saya belum tanda tangan. Bapak dan ibu tahu komentar Presiden apa? Presiden mengatakan, lho begini saja sudah mau. Kalau mau lebih kuat yang diberi saja," kata dia.
Dengan demikian, lanjut dia, surat tanggal 7 Oktober 2015 itu bukan inisiatif dirinya. Melainkan atas perintah Presiden Joko Widodo. "Jadi draft yang saya punya ini aman tidak merusak," tegas Sudirman.
Jokowi Nyatakan Saham Freeport untuk Kedaulatan SDA Indonesia
Benarkah cerita dari Sudirman Said? Yang jelas cerita itu berbeda dengan yang disampaikan Jokowi. Dalam kesempatan sebelumnya Jokowi mengungkapkan dalam alotnya negosiasi terdapat penolakan tawaran kepemilikan saham PT Freeport sebesar 30%. Hal itu dilakukan karena pemerintah menginginkan mayoritas saham.
Sebab, selama 40 tahun Indonesia hanya menikmati 9,3% dari hasil sumber daya alam (SDA) yang berada di tanah Papua itu.
"Mereka menawar 30%, tapi saya menolak. Kita harus mendapatkan hak kepemilikan mayoritas 51%," tulis dia dalam laman Facebooknya, Presiden Joko Widodo, Senin (31/12/2018) silam.
"Sudah 40 tahun Indonesia hanya menikmati bagi hasil pengolahan 9,3% dari tambang ini. Alhamdulillah, upaya panjang itu sudah membuahkan hasil. Kepemilikan saham kita di Freeport Indonesia kini menjadi 51%," sambungnya.
Sementara itu, hal ini juga menjadikan bukti bahwa Indonesia mampu berdaulat atas SDA-nya sendiri. Adapun, ia menilai keberhasilan ini sebagai penutup tahun 2018 yang indah.
"Dan kini, Alhamdulillah, kita menutup tahun 2018 dan memasuki tahun yang baru, sebagai bangsa yang semakin berdaulat atas bumi dan kekayaan alamnya sendiri," tutup dia.
(dob/dob) Next Article Anies Tunjuk Sudirman Said Jadi Komut di BUMD DKI Jakarta
Surat yang disebut-sebut sebagai cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia di Papua. "Surat 7 Oktober 2015. Jadi surat itu seolah-olah saya yang memberikan perpanjangan izin, itu persepsi publik," kata Sudirman dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Sudirman membantah surat keluar atas inisiatifnya. "Saya ceritakan kronologi tanggal 6 Oktober 2015 jam 08.00 WIB, saya ditelepon ajudan Presiden untuk datang ke Istana. Saya tanya soal apa Pak, dijawab tidak tahu. Kira-kira 08.30 WIB saya datang ke istana. Kemudian duduk 5 sampai 10 menit, langsung masuk ke ruangan kerja Pak Presiden," ungkap Sudirman.
Bahkan, lanjut dia, demi merahasiakan pertemuan itu, Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara yang mencatat setiap jadwal Presiden pun tidak tahu. "Kan ada Setneg, Setkab tapi dibilang pertemuan ini tidak ada," kata dia.
Ia pun menuruti pesan yang disampaikan asisten pribadi Presiden. Kemudian Sudirman masuk ke dalam ruang rapat di Istana Negara. Sesampainya di ruangan rapat, Sudirman merasa sangat kaget bahwa di dalam sudah ada James R. Moffet yang saat itu adalah bos Freeport McMoran Inc.
"Tidak panjang lebar presiden (Jokowi) mengatakan 'tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini'. Baik," kata Sudirman menceritakan apa yang disampaikan Jokowi.
Di pertemuan itu, Moffet menyampaikan draft tentang kelangsungan investasi PT Freeport di Indonesia. Namun, Sudirman tidak mau, dia pun memilih membuat draft yang posisinya lebih menguntungkan Indonesia.
"Saya bilang ke Moffet bukan begini cara saya kerja. Kalau saya ikuti draft-mu, maka akan ada preseden negara didikte oleh korporasi. Dan saya akan buat draft yang melindungi kepentingan republik," kata dia.
Setelah draft selesai, dia pun menemui Presiden Jokowi untuk menunjukannya.
"Saya katakan (ke Presiden) drafnya seperti ini dan saya belum tanda tangan. Bapak dan ibu tahu komentar Presiden apa? Presiden mengatakan, lho begini saja sudah mau. Kalau mau lebih kuat yang diberi saja," kata dia.
Dengan demikian, lanjut dia, surat tanggal 7 Oktober 2015 itu bukan inisiatif dirinya. Melainkan atas perintah Presiden Joko Widodo. "Jadi draft yang saya punya ini aman tidak merusak," tegas Sudirman.
Jokowi Nyatakan Saham Freeport untuk Kedaulatan SDA Indonesia
Benarkah cerita dari Sudirman Said? Yang jelas cerita itu berbeda dengan yang disampaikan Jokowi. Dalam kesempatan sebelumnya Jokowi mengungkapkan dalam alotnya negosiasi terdapat penolakan tawaran kepemilikan saham PT Freeport sebesar 30%. Hal itu dilakukan karena pemerintah menginginkan mayoritas saham.
Sebab, selama 40 tahun Indonesia hanya menikmati 9,3% dari hasil sumber daya alam (SDA) yang berada di tanah Papua itu.
"Mereka menawar 30%, tapi saya menolak. Kita harus mendapatkan hak kepemilikan mayoritas 51%," tulis dia dalam laman Facebooknya, Presiden Joko Widodo, Senin (31/12/2018) silam.
"Sudah 40 tahun Indonesia hanya menikmati bagi hasil pengolahan 9,3% dari tambang ini. Alhamdulillah, upaya panjang itu sudah membuahkan hasil. Kepemilikan saham kita di Freeport Indonesia kini menjadi 51%," sambungnya.
Sementara itu, hal ini juga menjadikan bukti bahwa Indonesia mampu berdaulat atas SDA-nya sendiri. Adapun, ia menilai keberhasilan ini sebagai penutup tahun 2018 yang indah.
"Dan kini, Alhamdulillah, kita menutup tahun 2018 dan memasuki tahun yang baru, sebagai bangsa yang semakin berdaulat atas bumi dan kekayaan alamnya sendiri," tutup dia.
(dob/dob) Next Article Anies Tunjuk Sudirman Said Jadi Komut di BUMD DKI Jakarta
Most Popular