
Jokowi Dapat Penghargaan di HPN 2019, Ini PR Pers Indonesia
tahir saleh, CNBC Indonesia
09 February 2019 21:59

Jakarta, CNBC Indonesia -Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima penghargaan Kemerdekaan Pers pada perhelatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 karena dinilai sudah menjamin kebebasan pers, dan memiliki kepedulian terhadap perkembangan pers nasional.
Penghargaan ini diserahkan oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, pada acara puncak HPN 2019, pada 9 Februari 2019, di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, Presiden mengajak pers untuk terus meneguhkan jati diri sebagai sumber informasi yang akurat bagi masyarakat, mengedukasi masyarakat, tetap melakukan kontrol sosial, dan terus memberikan kritik-kritik yang konstruktif.
Menanggapi penghargaan atas Jokowi ini, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan menegaskan masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi pers Indonesia.
"Salah satunya adalah masih kuatnya ancaman terhadap kebebasan pers, baik berupa kekerasan, mulai dari kekerasan fisik hingga pembunuhan dan soal regulasi yang mengancam kebebasan pers," katanya kepada CNBC Indonesia, Sabtu (9/2/2019).
Sebab, kata dia, kasus kekerasan terhadap jurnalis masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan data AJI, jumlah kasus kekerasan sangat tinggi yaitu 64 kasus di tahun 2018, naik dari 60 kasus di tahun 2017.
"Juga masih ada kasus pembunuhan yang belum ada atau belum selesai proses hukumnya," kata redaktur Tempo ini.
Selain itu, Abdul juga menegaskan pers Indonesia masih menghadapi tantangan soal profesionalisme pers. Faktanya, tingkat pengaduan publik terhadap Dewan Pers soal kinerja media dan jurnalis masih di level tinggi. Pada 2017 jumlah kasusnya lebih dari 400, sementara pada 2016 pengaduan mencapai 721, dan 2015 sebanyak 838.
"Juga masih ada soal kesejahteraan pekerja pers yang masih jauh dari harapan. Salah satu tantangan penting bagi pemerintah, bagaimana memastikan agar setiap kasus pembunuhan bisa diproses hukum. Agar ada efek jera supaya kasus serupa tak berulang."
Berkaitan dengan kasus pembunuhan ini, AJI Indonesia sebelumnya juga mendesak pemerintah mencabut mencabut remisi I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh jurnalis Radar Bali (Jawa Pos Grup) AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Sebelumnya, terbitnya remisi Nyoman dalam Keppres No.29 Tahun 2018 yang diakui oleh Dirjen Pemasyarakatan ada kekeliruan. Remisi hukuman itu dari seumur hidup menjadi penjara sementara 20 tahun.
Atas desakan ini, Presiden di HPN 2019, akhirnya menangani pencabutan remisi ini dengan mengeluarkan Keputusan Presiden baru untuk mencabut remisi terhadap pelaku, Nyoman Susrama.
"Sudah saya tanda tangani," kata Presiden menjawab pertanyaan wartawan perihal remisi tersebut, dikutip dalam siaran pers pemerintah.
Kasus pembunuhan Prabangsa terjadi pada 11 Februari 2009 di kediaman Nyoman Susrama di Banjar Petak, Bangli. Motifnya adalah kekesalan Nyoman kepada Prabangsa karena pemberitaan wartawan Radar Bali Jawa Pos Group tersebut.
(tas) Next Article Trip Wisata di Hari Pers 2019 Bakal Dorong Pariwisata Jatim
Penghargaan ini diserahkan oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, pada acara puncak HPN 2019, pada 9 Februari 2019, di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, Presiden mengajak pers untuk terus meneguhkan jati diri sebagai sumber informasi yang akurat bagi masyarakat, mengedukasi masyarakat, tetap melakukan kontrol sosial, dan terus memberikan kritik-kritik yang konstruktif.
Menanggapi penghargaan atas Jokowi ini, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan menegaskan masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi pers Indonesia.
"Salah satunya adalah masih kuatnya ancaman terhadap kebebasan pers, baik berupa kekerasan, mulai dari kekerasan fisik hingga pembunuhan dan soal regulasi yang mengancam kebebasan pers," katanya kepada CNBC Indonesia, Sabtu (9/2/2019).
"Juga masih ada kasus pembunuhan yang belum ada atau belum selesai proses hukumnya," kata redaktur Tempo ini.
Selain itu, Abdul juga menegaskan pers Indonesia masih menghadapi tantangan soal profesionalisme pers. Faktanya, tingkat pengaduan publik terhadap Dewan Pers soal kinerja media dan jurnalis masih di level tinggi. Pada 2017 jumlah kasusnya lebih dari 400, sementara pada 2016 pengaduan mencapai 721, dan 2015 sebanyak 838.
"Juga masih ada soal kesejahteraan pekerja pers yang masih jauh dari harapan. Salah satu tantangan penting bagi pemerintah, bagaimana memastikan agar setiap kasus pembunuhan bisa diproses hukum. Agar ada efek jera supaya kasus serupa tak berulang."
Berkaitan dengan kasus pembunuhan ini, AJI Indonesia sebelumnya juga mendesak pemerintah mencabut mencabut remisi I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh jurnalis Radar Bali (Jawa Pos Grup) AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Sebelumnya, terbitnya remisi Nyoman dalam Keppres No.29 Tahun 2018 yang diakui oleh Dirjen Pemasyarakatan ada kekeliruan. Remisi hukuman itu dari seumur hidup menjadi penjara sementara 20 tahun.
Atas desakan ini, Presiden di HPN 2019, akhirnya menangani pencabutan remisi ini dengan mengeluarkan Keputusan Presiden baru untuk mencabut remisi terhadap pelaku, Nyoman Susrama.
"Sudah saya tanda tangani," kata Presiden menjawab pertanyaan wartawan perihal remisi tersebut, dikutip dalam siaran pers pemerintah.
Kasus pembunuhan Prabangsa terjadi pada 11 Februari 2009 di kediaman Nyoman Susrama di Banjar Petak, Bangli. Motifnya adalah kekesalan Nyoman kepada Prabangsa karena pemberitaan wartawan Radar Bali Jawa Pos Group tersebut.
(tas) Next Article Trip Wisata di Hari Pers 2019 Bakal Dorong Pariwisata Jatim
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular