Hi Girls, Siapa Mau Jadi Sri Mulyani Sehari?

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
05 February 2019 08:32
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Yayasan Plan International Indonesia memperingati 'Hari Perempuan Internasional 2019'
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan paparan di DBS Asian Insights Conference (CNBC Indonesia/Rehia Indrayanti Beru Sebayang)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Yayasan Plan International Indonesia memperingati 'Hari Perempuan Internasional 2019' dengan menyelenggarakan kegiatan Girls Take Over. Girls Take Over ini bertema 'Sehari Jadi Menteri Keuangan'.

Acara yang diadakan pada 6 Maret 2019 ini bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan. Peserta yang telah mendaftar nantinya diharuskan membuat video berdurasi 2 menit dengan tema kesetaraan bagi perempuan di Kementerian Keuangan.

Nantinya, sang pemenang bisa menjadi Menteri Keuangan, walau hanya sehari. Ketentuannya bisa dicek di situs YPII tentang Girls Take Over.

Sri Mulyani kerap menggaungkan kesetaraan gender. Ia sempat mengungkapkan di depan para pegawainya perlunya para pejabat memiliki sensitivitas gender.

Sensitivitas gender artinya merekonstruksi cara berpikir terkait gender. Hal ini disebabkan karena norma dan konstruksi sosial saat ini dirasakan masih merugikan posisi perempuan terutama dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat.

Dalam acara "Advokasi Pengarustamaan Gender" Sri Mulyani mencoba untuk memberikan gambaran terkait isu gender.

"Kalau kita bicara tentang kesenjangan diskriminasi itu terdiri dari empat aksesnya, partisipasinya, kontrol dan manfaat," jelas Menkeu di depan para pejabat eselon I, II, III dan IV yang hadir pada acara tersebut.

Dilansir di situs Kemenkeu, Sri Mulyani mengatakan akar masalahnya seringkali terdapat pada cara pikir (persepsi dan norma) umum yang berlaku di masyarakat, bukan pada peraturan yang ada. Misalnya, meskipun dibuka akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu, terhambat persepsi dan norma yang berlaku di masyarakat.

"Saya tidak ingin perempuan itu (dapat) jatah saja (untuk menduduki karir tertentu). Namun saya sebetulnya yakin kalau kita bicara akses dan partisipasi, banyak perempuan di Indonesia itu, beban untuk bisa mencapai suatu karir tertentu itu lebih berat dari laki-laki. Karena memang secara konstruksi sosial perempuan itu diletakkan lebih rendah, atau dalam hal ini dia harus membuktikan lebih banyak untuk bisa di tempat yang sama," ungkap Sri Mulyani.

Tak hanya bicara, Sri Mulyani juga memaparkan hasil salah satu survei yang dilakukan oleh Women Career Advancement in Public Service tahun 2012 yang dilakukan di lingkungan pegawai negeri sipil di Indonesia menunjukkan bahwa hambatan karir perempuan terutama karena mereka cenderung menolak pekerjaan jika jauh dari tempat tinggalnya dan lebih memilih untuk mengasuh anak.

Lebih lanjut, ia menjelaskan problem tersebut tidak terlepas dari tekanan persepsi masyarakat secara umum yang melihat peran laki-laki dan perempuan yang tidak setara. Survei mengindikasikan bahwa perempuan karir dinilai lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang memiliki anak.


(dru) Next Article Momen Sri Mulyani Pimpin Serah Terima Jenazah JB Sumarlin

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular