
Waspada Impor Komoditas Pangan di Tahun Politik
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
04 February 2019 18:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Ombudsman Republik Indonesia mengingatkan kepada semua pihak mewaspadai impor komoditas pangan di tahun politik. Hal itu disampaikan Komisioner Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih di kantor pusat Ombudsman, Jakarta, Senin (4/1/2019).
Menurut Alamsyah, peringatan itu bersumber dari hasil pengawasan ombudsman secara reguler disertai kajian sistemik. Ada empat komoditas yang menjadi perhatian, yaitu beras, gula, garam, dan jagung.
"Mengapa kita sampaikan bulan ini semata-mata karena kami mempertimbangkan di dalam tahun politik ini boleh jadi perhatian para pihak terkait dengan administrasi impor bisa menjadi lengah," ujar Alamsyah.
"Karena intensitas lebih banyak pada proses politik nasional yang dikhawatirkan kalau gak diawasi bisa terjadi hal-hal yang menyebabkan kerugian banyak pihak. Kenapa kita sebut peringatan dini? Ini bagian dari proses pencegahan dan hasil investigasi kita sampaikan terbuka," lanjutnya.
Untuk komoditas garam, Ombudsman meminta Kementerian Perindustrian untuk memperketat proses verifikasi kebutuhan garam impor untuk industri. Hal itu perlu dilakukan Kemenperin agar garam lokal tidak terus menerus tergerus garam hasil impor.
Diketahui di akhir 2018, Ombudsman menemukan penyalahgunaan distribusi garam impor periode 2018 oleh PT MTS. Hal itu terjadi karena persetujuan impor yang diperoleh juga mencakup industri yang dapat memanfaatkan garam lokal.
"Ombudsman sudah meminta beberapa tindakan korektif. Beberapa kementerian telah melakukan perbaikan sistemik. Melalui perbaikan itu diperkirakan impor garam akan mengalami penurunan di tahun 2019," kata Alamsyah.
Untuk komoditas jagung, Ombudsman meminta pemerintah melakukan evaluasi proses impor. Hal itu berdasarkan pengalaman yang terjadi di industri jagung lima tahun belakangan di mana impor jagung untuk pakan ternak hanya 500.000 ton, namun impor gandum justru melonjak menjadi 3,1 juta ton.
"Sering kali disebut kita impor jagung turun drastis kita berhasil swasembada tapi yang terjadi beralih impornya [ke gandum]," ujar Alamsyah.
Kilas balik, pada 2016 harga jagung mengalami lonjakan. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan mengurangi impor jagung dengan alasan supply domestik masih cukup. Impor jagung dikurangi menjadi 1,3 juta ton. Namun, kebutuhan tetap tinggi sehingga beberapa perusahaan industri pakan mengimpor gandum sebagai substitusi sebesar 2,2 juta ton.
"Jadi, ada strategi mengalihkan jagung dengan gandum pakan. Seolah-olah kita sudah mencapai target swasembada tapi pada dasarnya boleh disebut itu politik pengalihan impor kepada komoditas yang dianggap tidak terlalu sensitif," kata Alamsyah menambahkan.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Sah! Simak Deretan Punggawa Baru Ombudsman RI
Menurut Alamsyah, peringatan itu bersumber dari hasil pengawasan ombudsman secara reguler disertai kajian sistemik. Ada empat komoditas yang menjadi perhatian, yaitu beras, gula, garam, dan jagung.
"Mengapa kita sampaikan bulan ini semata-mata karena kami mempertimbangkan di dalam tahun politik ini boleh jadi perhatian para pihak terkait dengan administrasi impor bisa menjadi lengah," ujar Alamsyah.
Untuk komoditas garam, Ombudsman meminta Kementerian Perindustrian untuk memperketat proses verifikasi kebutuhan garam impor untuk industri. Hal itu perlu dilakukan Kemenperin agar garam lokal tidak terus menerus tergerus garam hasil impor.
Diketahui di akhir 2018, Ombudsman menemukan penyalahgunaan distribusi garam impor periode 2018 oleh PT MTS. Hal itu terjadi karena persetujuan impor yang diperoleh juga mencakup industri yang dapat memanfaatkan garam lokal.
"Ombudsman sudah meminta beberapa tindakan korektif. Beberapa kementerian telah melakukan perbaikan sistemik. Melalui perbaikan itu diperkirakan impor garam akan mengalami penurunan di tahun 2019," kata Alamsyah.
Untuk komoditas jagung, Ombudsman meminta pemerintah melakukan evaluasi proses impor. Hal itu berdasarkan pengalaman yang terjadi di industri jagung lima tahun belakangan di mana impor jagung untuk pakan ternak hanya 500.000 ton, namun impor gandum justru melonjak menjadi 3,1 juta ton.
"Sering kali disebut kita impor jagung turun drastis kita berhasil swasembada tapi yang terjadi beralih impornya [ke gandum]," ujar Alamsyah.
Kilas balik, pada 2016 harga jagung mengalami lonjakan. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan mengurangi impor jagung dengan alasan supply domestik masih cukup. Impor jagung dikurangi menjadi 1,3 juta ton. Namun, kebutuhan tetap tinggi sehingga beberapa perusahaan industri pakan mengimpor gandum sebagai substitusi sebesar 2,2 juta ton.
"Jadi, ada strategi mengalihkan jagung dengan gandum pakan. Seolah-olah kita sudah mencapai target swasembada tapi pada dasarnya boleh disebut itu politik pengalihan impor kepada komoditas yang dianggap tidak terlalu sensitif," kata Alamsyah menambahkan.
Simak video terkait tanggapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap peluang swasembada pangan di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Sah! Simak Deretan Punggawa Baru Ombudsman RI
Most Popular