
Akankah Rupiah Menguat Sampai 2019? Ini Kode BI
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
02 December 2018 10:55

Bogor, CNBC Indonesia - Pada Jumat kemarin, nilai tukar rupiah ditutup Rp 14.300/US$ di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,56% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Tren penguatan rupiah sedang terjadi. Akankah rupiah terus menguat hingga tahun depan?
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, mengatakan penyebab penguatan rupiah adalah arus modal asing yang masuk.
Modal asing ini masuk setelah beberapa hari lalu Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, berpendapat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) itu ada di dekat level netral. Ini adalah perubahan penting dari bahasa yang disampaikan Powell dibandingkan sekitar dua bulan lalu.
Sikap Powell yang berubah menjadi dovish ini membuat pelaku pasar keuangan dunia mengubah arah, dan mengincar negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Sikap Powell yang dianggap berubah menjadi dovish menimbulkan prediksi baru, yaitu The Fed hanya akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak satu kali di tahun depan. Berubah dari sebelumnya yang bisa sebanyak tiga kali.
Meski Powell dianggap berubah dovish, namun Mirza mengatakan, guidelines atau panduan kebijakan yang dikeluarkan The Fed hingga saat ini, arahnya adalah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali di 2019 dan satu kali di 2020.
BI sendiri sudah menaikkan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur November 2018. Ini sebagai langkah antisipatif perkiraan kenaikan suku bunga The Fed pada Desember 2018 yang diprediksi banyak pihak akan terjadi.
"Di 2019 kami tetap konservatif melihat kalau The Fed menaikkan suku bunga acuan tiga kali. Dan ECB mulai terlihat mengeluarkan pernyataan-pernyataan akan menaikkan suku bunganya. Tapi kalau ternyata The Fed naik hanya sekali di tahun depan, inflow yang kita alami bisa berlanjut terus," kata Mirza di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Jumat (30/11/2018).
Bila inflow terus berlanjut, maka otomatis nilai tukar rupiah bisa melanjutkan penguatannya di tahun depan.
Mirza mengatakan, Indonesia sebagai negara yang mengalani defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), sangat membutuhkan arus modal asing. BI juga mengharapkan modal asing masuk ke portofolio investasi di Indonesia.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, arus modal yang masuk ke pasar sekunder obligasi negara selama November 2018 telah mencapai Rp 33 triliun. Secara year to date (ytd) mencapai Rp 61,74 triliun.
Meskipun demikian, inflow asing YTD 2018 hingga menjelang akhir November tersebut masih jauh dibandingkan dengan posisi YTD 2017 hingga November Rp 164 triliun.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan meski menguat tajam hingga menyentuh Rp 14.300/US$, rupiah masih terlampau murah atau undervalued. Itu berarti, ruang penguatan rupiah masih terbuka lebar.
Waspadai CAD
Pada kesempatan itu, Mirza menjelaskan soal kebijakan BI menaikkan bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR). BI menaikkan bunga acuannya ke level 6% pada Rapat Dewan Gubernur November 2018.
"Kami mau menunjukkan bahwa kami serius mau mengendalikan CAD!" Tegas Mirza.
Dia berharap, meskipun bila nanti rupiah terus menguat karena perubahan sikap kebijakan The Fed, namun rencana pemerintah untuk terus menurunkan CAD tidak boleh kendor.
CAD ini memang menjadi perhatian serius BI, karena menjadi biang kerok pelemahan nilai tukar rupiah.
Pada kuartal kedua tahun ini, CAD mencapai US$8 miliar atau 3,1% dari PDB. Namun pada kuartal ketiga, CAD melebar lebih jauh hingga US$8,8 miliar atau 3,37% dari PDB.
Di akhir tahun ini, BI memperkirakan CAD berada di 2,8% dari PDB dan ditargetkan menurun menjadi 2,5% di 2019.
Mirza mengatakan, BI akan nyaman bila CAD tidak lebih dari 2% dari PDB.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan CAD, antara lain dari kebijakan kewajiban penggunaan B20 dan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sampai dengan pengendalian ratusan barang impor.
Terbaru, pemerintah baru saja merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mengundang investor asing masuk. Dana-dana dari para investor, diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan.
Prediksi 2019
Di tahun pemilu 2019, Mirza menjelaskan, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5-5,4%. Di tahun ini adalah 5,1%.
Kredit perbankan akan tumbuh sekitar 11-2%. "Angka ini bisa naik bila inflow terus terjadi ke dalam negeri," papar Mirza.
Namun perkiraan pertumbuhan simpanan perbankan di bawah pertumbuhan kredit perbankan, yakni 8-10%.
BI juga memang telah memprediki inflasi tahun depan di kisaran 3,5 plus minus 1%. Bila tahun depan ada kenaikan harga BBM, Mirza mengatakan, BI sudah punya hitungannya. Setiap kenaikan BBM Rp 1.000/liter, maka inflasi akan bertambah 0,98%.
(ray) Next Article Rupiah Kertas Terbaru Lebih Canggih, Cek Tampilannya di Sini!
Tren penguatan rupiah sedang terjadi. Akankah rupiah terus menguat hingga tahun depan?
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, mengatakan penyebab penguatan rupiah adalah arus modal asing yang masuk.
Sikap Powell yang berubah menjadi dovish ini membuat pelaku pasar keuangan dunia mengubah arah, dan mengincar negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Sikap Powell yang dianggap berubah menjadi dovish menimbulkan prediksi baru, yaitu The Fed hanya akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak satu kali di tahun depan. Berubah dari sebelumnya yang bisa sebanyak tiga kali.
Meski Powell dianggap berubah dovish, namun Mirza mengatakan, guidelines atau panduan kebijakan yang dikeluarkan The Fed hingga saat ini, arahnya adalah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali di 2019 dan satu kali di 2020.
![]() |
BI sendiri sudah menaikkan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur November 2018. Ini sebagai langkah antisipatif perkiraan kenaikan suku bunga The Fed pada Desember 2018 yang diprediksi banyak pihak akan terjadi.
"Di 2019 kami tetap konservatif melihat kalau The Fed menaikkan suku bunga acuan tiga kali. Dan ECB mulai terlihat mengeluarkan pernyataan-pernyataan akan menaikkan suku bunganya. Tapi kalau ternyata The Fed naik hanya sekali di tahun depan, inflow yang kita alami bisa berlanjut terus," kata Mirza di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Jumat (30/11/2018).
Bila inflow terus berlanjut, maka otomatis nilai tukar rupiah bisa melanjutkan penguatannya di tahun depan.
Mirza mengatakan, Indonesia sebagai negara yang mengalani defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), sangat membutuhkan arus modal asing. BI juga mengharapkan modal asing masuk ke portofolio investasi di Indonesia.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, arus modal yang masuk ke pasar sekunder obligasi negara selama November 2018 telah mencapai Rp 33 triliun. Secara year to date (ytd) mencapai Rp 61,74 triliun.
Meskipun demikian, inflow asing YTD 2018 hingga menjelang akhir November tersebut masih jauh dibandingkan dengan posisi YTD 2017 hingga November Rp 164 triliun.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan meski menguat tajam hingga menyentuh Rp 14.300/US$, rupiah masih terlampau murah atau undervalued. Itu berarti, ruang penguatan rupiah masih terbuka lebar.
Waspadai CAD
Pada kesempatan itu, Mirza menjelaskan soal kebijakan BI menaikkan bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR). BI menaikkan bunga acuannya ke level 6% pada Rapat Dewan Gubernur November 2018.
"Kami mau menunjukkan bahwa kami serius mau mengendalikan CAD!" Tegas Mirza.
Dia berharap, meskipun bila nanti rupiah terus menguat karena perubahan sikap kebijakan The Fed, namun rencana pemerintah untuk terus menurunkan CAD tidak boleh kendor.
CAD ini memang menjadi perhatian serius BI, karena menjadi biang kerok pelemahan nilai tukar rupiah.
Pada kuartal kedua tahun ini, CAD mencapai US$8 miliar atau 3,1% dari PDB. Namun pada kuartal ketiga, CAD melebar lebih jauh hingga US$8,8 miliar atau 3,37% dari PDB.
Di akhir tahun ini, BI memperkirakan CAD berada di 2,8% dari PDB dan ditargetkan menurun menjadi 2,5% di 2019.
Mirza mengatakan, BI akan nyaman bila CAD tidak lebih dari 2% dari PDB.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan CAD, antara lain dari kebijakan kewajiban penggunaan B20 dan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sampai dengan pengendalian ratusan barang impor.
Terbaru, pemerintah baru saja merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mengundang investor asing masuk. Dana-dana dari para investor, diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan.
Prediksi 2019
Di tahun pemilu 2019, Mirza menjelaskan, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5-5,4%. Di tahun ini adalah 5,1%.
Kredit perbankan akan tumbuh sekitar 11-2%. "Angka ini bisa naik bila inflow terus terjadi ke dalam negeri," papar Mirza.
Namun perkiraan pertumbuhan simpanan perbankan di bawah pertumbuhan kredit perbankan, yakni 8-10%.
BI juga memang telah memprediki inflasi tahun depan di kisaran 3,5 plus minus 1%. Bila tahun depan ada kenaikan harga BBM, Mirza mengatakan, BI sudah punya hitungannya. Setiap kenaikan BBM Rp 1.000/liter, maka inflasi akan bertambah 0,98%.
(ray) Next Article Rupiah Kertas Terbaru Lebih Canggih, Cek Tampilannya di Sini!
Most Popular