
Permintaan China Menipis, Harga Batu Bara Terkikis
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
13 September 2018 10:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan melemah 0,52% ke US$115,05/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (13/9/2018).
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam memutus penguatan selama 2 hari berturut-turut sebelumnya. Faktor yang membebani harga batu bara hari ini datang dari mulai menipisnya permintaan batu bara di China, setelah puncak musim panas berlalu.
Pada awal pekan ini, harga batu bara sebenarnya mendapatkan kekuatan dari kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus. Seperti diketahui, Negeri Tirai Bambu merupakan importir batu bara terbesar di dunia, sehingga hal itu lantas menjadi sentimen masih sehatnya permintaan batu bara global.
Mengutip survei Bloomberg terhadap data bea masuk, impor batu bara China tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT yang dicapai pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti.
Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas mulai melewati puncaknya.
Sebelumnya, cuaca panas ekstrim di musim panas mampu menyokong reli harga batu bara sejak Mei 2018. Akibat gelombang panas itu, pembangkit listrik bertenaga batu bara di China mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai. Permintaan batu bara pun terkerek naik.
Permintaan impor China yang kuat pada bulan lalu nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda.
Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018.
Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018). Capaian itu merupakan yan tertinggi sejak Januari 2015.
Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
Kedua data di atas lantas mengindikasikan bahwa konsumsi batu bara di Negeri Panda mulai mengendur pasca puncak musim panas berlalu. Sentimen berkurangnya permintaan ini lantas menekan pergerakan harga batu bara kemarin.
(ray) Next Article Nasib Batu Bara RI Suram di Kuartal I, Bisa Sentuh US$ 60?
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam memutus penguatan selama 2 hari berturut-turut sebelumnya. Faktor yang membebani harga batu bara hari ini datang dari mulai menipisnya permintaan batu bara di China, setelah puncak musim panas berlalu.
![]() |
Mengutip survei Bloomberg terhadap data bea masuk, impor batu bara China tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT yang dicapai pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti.
Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas mulai melewati puncaknya.
Sebelumnya, cuaca panas ekstrim di musim panas mampu menyokong reli harga batu bara sejak Mei 2018. Akibat gelombang panas itu, pembangkit listrik bertenaga batu bara di China mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai. Permintaan batu bara pun terkerek naik.
Permintaan impor China yang kuat pada bulan lalu nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda.
Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018.
Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018). Capaian itu merupakan yan tertinggi sejak Januari 2015.
Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
Kedua data di atas lantas mengindikasikan bahwa konsumsi batu bara di Negeri Panda mulai mengendur pasca puncak musim panas berlalu. Sentimen berkurangnya permintaan ini lantas menekan pergerakan harga batu bara kemarin.
(ray) Next Article Nasib Batu Bara RI Suram di Kuartal I, Bisa Sentuh US$ 60?
Most Popular