
Dua Kebijakan Pemerintah ini Diprediksi Tekan Kas Pertamina
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
17 May 2018 16:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski harga minyak dunia memasuki tren penguatan, BUMN energi nasional PT Pertamina (Persero) lagi-lagi justru diproyeksi menghadapi kenyataan bahwa dana kasnya mengering pada tahun ini karena dua kebijakan pemerintah.
Moody's Investors Service dalam laporan risetnya menilai investasi Pertamina senilai US$6 miliar (Rp 84,3 triliun) di tengah naiknya kewajiban setoran dividen ke pemerintah dan aturan kebijakan satu-harga BBM akan melempar arus kas bebas (free cash flow) Pertamina ke posisi negatif.
Artinya, pendapatan perusahaan pelat merah ini tidak cukup untuk menunjang ekspansi atau pengembangan usahanya. Arus kas bebas negatif merupakan sinyal ekspansi yang terlalu besar melampaui kemampuan operasional perseroan dalam menyediakan dana yang diperlukan.
"EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) Pertamina hulu akan tumbuh pada 2018 di tengah kenaikan harga dan volume minyak, tetapi kemunduran kebijakan energi yang semestinya menderegulasi harga minyak di pasar ritel akan mengurangi pendapatan perusahaan minyak nasional ini," tutur analis Moody's Rachel Chua, pada Kamis (17/5).
Padahal, lanjut dia, perusahaan-perusahaan minyak nasional di dunia secara bersamaan cenderung menerapkan strategi pengetatan belanja dan efisiensi biaya--dan bukannya ekspansi besar-besaran seperti yang dilakukan Pertamina--demi merespons bisnis minyak yang masih lesu. Sepanjang 2014-2017, Moody's menilai ekspansi Pertamina terkendala oleh penundaan proyek dan minimnya peluang akuisisi.
Di tengah kondisi demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru mewajibkan Pertamina menerapkan kebijakan satu harga BBM di seluruh Indonesia dan secara bersamaan memerintahkan BUMN tersebut untuk menaikkan pasokan premium (BBM subsidi) ke pasar untuk mencegah kelangkaan.
Selama ini, Pertamina menikmati pendapatan positif dari bisnis hulunya, yakni gas alam yang menyumbang sekitar separuh bisnis perseroan, yang secara bersamaan mengurangi efek buruk penurunan harga minyak dunia terhadap kinerja keuangannya. Perseroan juga diuntungkan dari bisnis pemasaran dan penyulingan minyak, berkat reformasi energi di Indonesia.
"Kini di tengah penguatan kembali harga minyak, pemasukan Pertamina dari bisnis hilir terlihat melemah di tengah sedikit kemunduran reformasi energi yang dirintis sejak 2016 sehingga mengganggu pendapatannya," tutur Rachel. Moody's mengganjar Pertamina dengan peringkat utang Baa2 dan outlook stabil.
(ags/ags) Next Article Intip SPKLU Komersial Pertama Pertamina di Fatmawati
Moody's Investors Service dalam laporan risetnya menilai investasi Pertamina senilai US$6 miliar (Rp 84,3 triliun) di tengah naiknya kewajiban setoran dividen ke pemerintah dan aturan kebijakan satu-harga BBM akan melempar arus kas bebas (free cash flow) Pertamina ke posisi negatif.
Artinya, pendapatan perusahaan pelat merah ini tidak cukup untuk menunjang ekspansi atau pengembangan usahanya. Arus kas bebas negatif merupakan sinyal ekspansi yang terlalu besar melampaui kemampuan operasional perseroan dalam menyediakan dana yang diperlukan.
![]() |
Padahal, lanjut dia, perusahaan-perusahaan minyak nasional di dunia secara bersamaan cenderung menerapkan strategi pengetatan belanja dan efisiensi biaya--dan bukannya ekspansi besar-besaran seperti yang dilakukan Pertamina--demi merespons bisnis minyak yang masih lesu. Sepanjang 2014-2017, Moody's menilai ekspansi Pertamina terkendala oleh penundaan proyek dan minimnya peluang akuisisi.
Di tengah kondisi demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru mewajibkan Pertamina menerapkan kebijakan satu harga BBM di seluruh Indonesia dan secara bersamaan memerintahkan BUMN tersebut untuk menaikkan pasokan premium (BBM subsidi) ke pasar untuk mencegah kelangkaan.
Selama ini, Pertamina menikmati pendapatan positif dari bisnis hulunya, yakni gas alam yang menyumbang sekitar separuh bisnis perseroan, yang secara bersamaan mengurangi efek buruk penurunan harga minyak dunia terhadap kinerja keuangannya. Perseroan juga diuntungkan dari bisnis pemasaran dan penyulingan minyak, berkat reformasi energi di Indonesia.
"Kini di tengah penguatan kembali harga minyak, pemasukan Pertamina dari bisnis hilir terlihat melemah di tengah sedikit kemunduran reformasi energi yang dirintis sejak 2016 sehingga mengganggu pendapatannya," tutur Rachel. Moody's mengganjar Pertamina dengan peringkat utang Baa2 dan outlook stabil.
(ags/ags) Next Article Intip SPKLU Komersial Pertama Pertamina di Fatmawati
Most Popular