
AS Paling Banyak Batasi Masuknya Produk RI

Kebijakan Negeri Paman Sam tersebut lantas memancing kegusaran dari sejumlah negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia juga saat ini tengah mempersiapkan tim lobi untuk berangkat ke Eropa untuk membahas rencana kebijakan pelarangan penggunaan minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku biofuel mulai 2021.
Pada 17 Januari 2018, Parlemen Eropa menyetujui revisi dokumen Renewable Energy Directive (RED) di mana mulai 2021 kontribusi biofuel yang dihasilkan dari minyak sawit menjadi nihil (0%) dalam perhitungan konsumsi energi bruto dari sumber energi terbarukan di negara-negara anggota Uni Eropa (EU). Hal itu jelas menjadi ancaman tersendiri bagi industri CPO Indonesia, karena Indonesia mengekspor ke 19 negara anggota EU dengan nilai US$ 2,89 miliar sepanjang 2017.
Kebijakan NTM sendiri pada umumnya diterapkan negara untuk memproteksi perdagangan produk domestik agar tetap kompetitif baik di dalam dan luar negeri. Instrumen Anti-Dumping misalnya diimplementasikan melalui penerapan tarif impor terhadap produk impor tertentu yang diyakini pemerintah harganya jauh di bawah nilai pasar yang wajar.
Sementara itu, instrumen Countervailing, atau dikenal juga dengan bea anti subsidi, merupakan tarif yang dikenakan untuk menetralkan efek negatif dari subsidi yang dikenakan negara asing bagi ekspor produknya. Lalu negara mana yang paling banyak mengenakan NTM yang membatasi Indonesia? Jawabannya adalah AS. Negara adidaya tersebut menerapkan NTM setidaknya bagi 12 pos tarif yang spesifik berdampak untuk Indonesia. Capaian tersebut diikuti oleh Turki (10) dan India (9). EU sendiri duduk di posisi ke-4 dengan 5 pos tarif yang dikenakan NTM.
![]() |
Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ternyata kebijakan NTM yang diterapkan AS, dan secara spesifik berdampak bagi Indonesia, banyak ditujukan bagi komoditas baja dan produk baja, mayoritas dengan alasan Anti-Dumping. Kebijakan ini diambil Negeri Paman Sam sejak medio 2000-2002. Komoditas baja dan produk baja tersebut antara lain pelat baja kualitas karbon, batang baja, produk baja karbon “hot rolled”, dan kabel baja karbon.
![]() |
Yang paling akhir tercatat di WTO adalah AS menerapkan NTM dengan instrumen Anti-Dumping dan Countervailing bagi komoditas kertas Uncoated (pos tarif HS 480256 dan 480257) dari Indonesia. Kebijakan itu mulai berlaku sejak 3 Maret 2016. Berdasarkan dokumen WTO No. G/SCM/N/305/USA, besaran tarif Countervailing yang ditetapkan adalah sebesar 21,21%-109,14% bagi impor komoditas tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA(aji/aji) Next Article BPS: Ekspor Januari US$ 15,3 M, Melonjak 12,24%
