Vicente Fernandez, petani tembakau berusia 82 tahun, memilih daun tembakau di sebuah perkebunan di provinsi Pinar del Rio, Kuba. (REUTERS / Stringer)
Penggemar cerutu berswafoto di pertanian tembakau di provinsi Pinar del Rio, Kuba. (REUTERS / Stringer)
Di Kuba, tembakau sebagai bahan baku cerutu yang ditanam di seluruh lahan di daerah barat daya Havana. (REUTERS / Stringer)
Pekerja menyiapkan daun tembakau di pabrik tembakau di provinsi Pinar del Rio di Kuba. (REUTERS / Stringer)
Petani tembakau berusia 18 tahun, Daidelis Gomez menyiapkan daun tembakau untuk pengeringan saat bekerja di sebuah pertanian tembakau di provinsi Pinar del Rio di Kuba. (REUTERS / Stringer)
Penggemar cerutu memotret saat pembukaan Festival Habanos XX di Havana, Kuba, (26/2/2018). (REUTERS / Stringer)
Cerutu adalah produk andalan Kuba sejak Christoper Columbus melihat penduduk asli menghisap lintingan daun tembakau ketika pertama kali dia berlabuh di pulau Karibia itu pada 1492. (REUTERS/Stringer)
Industri cerutu ini kemudian mengalami nasionalisasi saat pemerintahan Fidel Castro, namun produksi cerutu Havana tetap berlanjut. (REUTERS/Stringer)
Para pelinting cerutu yang disebut Torcedor membuat cerutu tersebut dengan cara menggulung rajangan tembakau dalam daun utuh, kemudian membungkus gulungan ini dengan daun lain dengan kualitas dan warna pilihan. (REUTERS/Stringer)
Cerutu Kuba memiliki pangsa pasar tersendiri terutama di antara kaum pejabat dan selebriti karena dinilai memiliki nilai prestise, nilai seni, dan kualitas terbaik.(REUTERS/Stringer)