
Benarkah Skema Gross Split Lebih Menguntungkan?
Gustidha Budiartie & Rivi Satrianegara & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
19 February 2018 15:22

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan pembukaan lelang untuk 26 Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Tahun 2018 pada hari ini.
Pengumuman lelang kali ini adalah kedua kalinya yang dibuka pemerintah dengan penawaran skema gross split. Penawaran pertama dilakukan pada tahun lalu untuk sebanyak 15 blok migas , dan diumumkan pada 31 Januari 2018. Setelah 3 tahun tak laku, akhirnya terdapat 5 peminat yang ditetapkan sebagai pemenang dari belasan blok migas yang ditawarkan pemerintah ke investor pada tahun 2018.
Blok yang mendapatkan investor tersebut adalah blok migas Andaman I dimenangkan oleh Mubadala Petroleum (SE Asia) Ltd., Blok Merak-Lampung oleh PT Tansri Madjid Energi, Blok Pekawai oleh PT Saka Energi Sepinggan, lalu Blok Migas West Yamdena oleh PT Saka Energi Indonesia.
Total komitmen investasi yang didapatkan pemerintah untuk 5 blok tersebut mencapai US$ 23,5 juta, sementara bonus tanda tangan mencapai US$ 3,25 juta atau sekitar Rp 43,5 miliar.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar memandang hal ini sebagai progress di sektor migas, dan meyakini bahwa mulai berdatangannya peminat dikarenakan pemerintah menawarkan skema gross split. Ia memastikan skema gross split tidak menjadikan investor rugi dalam menjalankan bisnis di Indonesia, namun sebaliknya.
Gross split, kata dia, merupakan sebuah produk yang hadir berkat kerja sama antara pemerintah dan stakeholders. Namun dia mengaku dalam lelang blok migas 2017, masih ada perusahaan yang ragu dan ingin melihat terlebih dahulu bagaimana implementasi skema gross split.
Skema Gross Split sendiri pertama kali diusulkan melalui Permen ESDM No.8 Tahun 2017 yang diterbitkan pada tanggal 13 Januari 2017. Secara singkat, pemerintah berharap skema ini dapat mendorong kontraktor untuk lebih mengefisienkan biaya serta mengurangi adanya proses birokrasi yang rumit terkait proses persetujuan pengeluaran kontraktor oleh pemerintah.
Terkait efisiensi biaya, saat masih menggunakan skema PSC, biaya cost recovery memang tercatat mampu melebihi penerimaan pemerintah pada periode 2015-2016 saat harga minyak dunia anjlok. Pada tahun 2017 di saat harga minyak pulih, memang penerimaan pemerintah mampu mengungguli biaya cost recovery, akan tetapi pemerintah tidak dapat selalu tergantung pada fluktuasi harga minyak global. Oleh karena itu, skema gross split yang diklaim pemerintah mampu mengefisienkan biaya produksi pun diajukan.
Sumber: Kementerian ESDM, diolah oleh Tim Riset CNBC
Konsep Gross Split
Berdasarkan Permen ESDM 8/2017, secara umum konsep gross split mengacu pada bagi hasil kotor antar pemerintah dan kontraktor tanpa menggunakan lagi mekanisme cost recovery. Manajemen operasi tetap berada di bawah SKK Migas, tetapi biaya modal dan risiko ditanggung oleh kontraktor. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
Bagian Kontraktor = Base Split +/- Komponen Variabel +/- Komponen Progresif
Bagian Pemerintah = Bagian Pemerintah + bonus + Pajak Penghasilan Kontraktor
Dimana Base Split diatur dengan baseline yang ditentukan selama persetujuan Rencana Pengembangan Lapangan Migas, yaitu untuk minyak: 57% bagian pemerintah dan 43% bagian kontraktor, dan untuk gas: 52% bagian pemerintah dan 48% bagian kontraktor.
Sementara itu, komponen variabel adalah penyesuaian yang diambil berdasarkan status Wilayah Kerja, lokasi lapangan migas, cadangan migas, dan infrastruktur pendukung. Kemudian komponen progresif adalah penyesuaian yang memperhitungkan harga minyak dan produksi kumulatif.
Melalui PP 53/2017 pemerintah juga memberikan kompensasi dalam bentuk perpanjangan waktu kerugian pajak yang ditanggung oleh kontraktor.
Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo akhir tahun lalu itu juga mengatur insentif kepada kontraktor dengan mengganti pajak yang disetorkan menjadi porsi bagi hasil untuk blok yang dieksploitasi kontraktor. Penambahan bagi hasil ini, diharapkan setara dengan pajak yang sudah dikeluarkan kontraktor.
Executive Director Indonesian Petrolium Association (IPA) Marjolijn Wajong mengapresiasi upaya pemerintah untuk mendatangkan investor migas dengan skema gross split. Meski begitu, Marjolijn belum bisa mengamini bahwa gross split adalah skema terbaik untuk bekerjasama di sektor migas. Ia memaparkan sampai saat ini yang sudah mengimplementasikan skema gross split baru Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ), itupun hasilnya belum bisa diketahui karena masih ada penyesuaian aturan di sana sini.
(gus/gus) Next Article Kabar Gembira! Investasi Migas di RI Bakal Banjir Insentif
Pengumuman lelang kali ini adalah kedua kalinya yang dibuka pemerintah dengan penawaran skema gross split. Penawaran pertama dilakukan pada tahun lalu untuk sebanyak 15 blok migas , dan diumumkan pada 31 Januari 2018. Setelah 3 tahun tak laku, akhirnya terdapat 5 peminat yang ditetapkan sebagai pemenang dari belasan blok migas yang ditawarkan pemerintah ke investor pada tahun 2018.
Blok yang mendapatkan investor tersebut adalah blok migas Andaman I dimenangkan oleh Mubadala Petroleum (SE Asia) Ltd., Blok Merak-Lampung oleh PT Tansri Madjid Energi, Blok Pekawai oleh PT Saka Energi Sepinggan, lalu Blok Migas West Yamdena oleh PT Saka Energi Indonesia.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar memandang hal ini sebagai progress di sektor migas, dan meyakini bahwa mulai berdatangannya peminat dikarenakan pemerintah menawarkan skema gross split. Ia memastikan skema gross split tidak menjadikan investor rugi dalam menjalankan bisnis di Indonesia, namun sebaliknya.
Gross split, kata dia, merupakan sebuah produk yang hadir berkat kerja sama antara pemerintah dan stakeholders. Namun dia mengaku dalam lelang blok migas 2017, masih ada perusahaan yang ragu dan ingin melihat terlebih dahulu bagaimana implementasi skema gross split.
Skema Gross Split sendiri pertama kali diusulkan melalui Permen ESDM No.8 Tahun 2017 yang diterbitkan pada tanggal 13 Januari 2017. Secara singkat, pemerintah berharap skema ini dapat mendorong kontraktor untuk lebih mengefisienkan biaya serta mengurangi adanya proses birokrasi yang rumit terkait proses persetujuan pengeluaran kontraktor oleh pemerintah.
Terkait efisiensi biaya, saat masih menggunakan skema PSC, biaya cost recovery memang tercatat mampu melebihi penerimaan pemerintah pada periode 2015-2016 saat harga minyak dunia anjlok. Pada tahun 2017 di saat harga minyak pulih, memang penerimaan pemerintah mampu mengungguli biaya cost recovery, akan tetapi pemerintah tidak dapat selalu tergantung pada fluktuasi harga minyak global. Oleh karena itu, skema gross split yang diklaim pemerintah mampu mengefisienkan biaya produksi pun diajukan.
![]() |
Sumber: Kementerian ESDM, diolah oleh Tim Riset CNBC
Konsep Gross Split
Berdasarkan Permen ESDM 8/2017, secara umum konsep gross split mengacu pada bagi hasil kotor antar pemerintah dan kontraktor tanpa menggunakan lagi mekanisme cost recovery. Manajemen operasi tetap berada di bawah SKK Migas, tetapi biaya modal dan risiko ditanggung oleh kontraktor. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
Bagian Kontraktor = Base Split +/- Komponen Variabel +/- Komponen Progresif
Bagian Pemerintah = Bagian Pemerintah + bonus + Pajak Penghasilan Kontraktor
Dimana Base Split diatur dengan baseline yang ditentukan selama persetujuan Rencana Pengembangan Lapangan Migas, yaitu untuk minyak: 57% bagian pemerintah dan 43% bagian kontraktor, dan untuk gas: 52% bagian pemerintah dan 48% bagian kontraktor.
Sementara itu, komponen variabel adalah penyesuaian yang diambil berdasarkan status Wilayah Kerja, lokasi lapangan migas, cadangan migas, dan infrastruktur pendukung. Kemudian komponen progresif adalah penyesuaian yang memperhitungkan harga minyak dan produksi kumulatif.
Melalui PP 53/2017 pemerintah juga memberikan kompensasi dalam bentuk perpanjangan waktu kerugian pajak yang ditanggung oleh kontraktor.
Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo akhir tahun lalu itu juga mengatur insentif kepada kontraktor dengan mengganti pajak yang disetorkan menjadi porsi bagi hasil untuk blok yang dieksploitasi kontraktor. Penambahan bagi hasil ini, diharapkan setara dengan pajak yang sudah dikeluarkan kontraktor.
Executive Director Indonesian Petrolium Association (IPA) Marjolijn Wajong mengapresiasi upaya pemerintah untuk mendatangkan investor migas dengan skema gross split. Meski begitu, Marjolijn belum bisa mengamini bahwa gross split adalah skema terbaik untuk bekerjasama di sektor migas. Ia memaparkan sampai saat ini yang sudah mengimplementasikan skema gross split baru Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ), itupun hasilnya belum bisa diketahui karena masih ada penyesuaian aturan di sana sini.
(gus/gus) Next Article Kabar Gembira! Investasi Migas di RI Bakal Banjir Insentif
Most Popular