
Industri Bengkel Pesawat RI Kalah Dari Negara ASEAN Lainnya
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
30 January 2018 16:43

Jakarta, CNBC Indonesia – Industri bengkel pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO) di Indonesia mencatat nilai pasar yang tidak sedikit mencapai Rp 14,31 triliun sepanjang tahun lalu. Namun, pengembangan industri perawatan dan komponen pesawat di dalam negeri ini masih dinilai kalah dari negara tetangga.
Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF AeroAsia) Iwan Joeniarto mengungkapkan Singapura, Malaysia, Thailand hingga Filipina sudah dapat memanfaatkan potensi dari industri bengkel pesawat lebih optimal dibandingkan Indonesia.
"Vietnam bahkan sedang merencanakan pembuatan aviation park di Da Nang bekerja sama dengan Airbus," ujar Iwan, Selasa (30/01/2018).
Iwan menambahkan banyak perusahaan MRO asing ingin berinvestasi tetapi masih ragu karena belum jelasnya ketersediaan tempat, di lain pihak Indonesia butuh transfer teknologi karena industri penerbangan sangat sarat dengan sertifikasi internasional.
Sementara itu, Direktur Utama Sriwijaya Air Maintenance Facility (SMF) Richard Budihadianto mengatakan saat ini Singapura menjadi pusat industri penerbangan di Asia Pasifik termasuk juga dalam hal perbaikan dan perawatan pesawat.
"Singapura adalah center of excellence aviation industry di Asia Pasifik. Banyak perwakilan industri pesawat dan MRO global ada di Singapura. Itu lah kenapa saya lebih setuju pengembangan KEK (kawasan ekonomi khusus) industri dirgantara dibuat di Batam atau Bintan supaya lebih dekat," jelas Richard.
Adapun, jelas dia, perusahaan MRO lokal juga masih minim pengakuan lembaga penerbangan dunia atau regulator penerbangan sipil negara lain.
"Dari sekitar 60 perusahaan MRO yang ada, hanya tiga yang mendapat approval dari FAA, yakni GMF, Muladatu, dan BAT milik Lion Air," ujarnya.
Di samping itu, Richard juga menekankan perusahaan MRO dalam negeri untuk memiliki pembiayaan yang kuat, tidak bergantung dari transaksi maskapai sebagai induk usaha."Market 2016 sudah US$ 970 juta ke depannya bisa US$ 2 miliar. Perlu investasi dari MRO asing untuk mengakomodir penambahan satu miliar ini,” jelas Richard.
(ray/ray) Next Article Ini Jurus Menhub Agar Tak Terjadi 'Kiamat' Pesawat
Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF AeroAsia) Iwan Joeniarto mengungkapkan Singapura, Malaysia, Thailand hingga Filipina sudah dapat memanfaatkan potensi dari industri bengkel pesawat lebih optimal dibandingkan Indonesia.
"Vietnam bahkan sedang merencanakan pembuatan aviation park di Da Nang bekerja sama dengan Airbus," ujar Iwan, Selasa (30/01/2018).
Sementara itu, Direktur Utama Sriwijaya Air Maintenance Facility (SMF) Richard Budihadianto mengatakan saat ini Singapura menjadi pusat industri penerbangan di Asia Pasifik termasuk juga dalam hal perbaikan dan perawatan pesawat.
"Singapura adalah center of excellence aviation industry di Asia Pasifik. Banyak perwakilan industri pesawat dan MRO global ada di Singapura. Itu lah kenapa saya lebih setuju pengembangan KEK (kawasan ekonomi khusus) industri dirgantara dibuat di Batam atau Bintan supaya lebih dekat," jelas Richard.
Adapun, jelas dia, perusahaan MRO lokal juga masih minim pengakuan lembaga penerbangan dunia atau regulator penerbangan sipil negara lain.
"Dari sekitar 60 perusahaan MRO yang ada, hanya tiga yang mendapat approval dari FAA, yakni GMF, Muladatu, dan BAT milik Lion Air," ujarnya.
Di samping itu, Richard juga menekankan perusahaan MRO dalam negeri untuk memiliki pembiayaan yang kuat, tidak bergantung dari transaksi maskapai sebagai induk usaha."Market 2016 sudah US$ 970 juta ke depannya bisa US$ 2 miliar. Perlu investasi dari MRO asing untuk mengakomodir penambahan satu miliar ini,” jelas Richard.
(ray/ray) Next Article Ini Jurus Menhub Agar Tak Terjadi 'Kiamat' Pesawat
Most Popular