
Harga Minyak US$ 70/Barel, APBN Bisa Untung Rp 22 T
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 January 2018 11:25

Harga minyak seakan belum berhenti memberi kejutan. Sejak akhir tahun lalu, harga si emas hitam masih dalam tren menanjak.
Hari ini, Jumat (12/1/2018), harga emas hitam masih bertahan di kisaran US$ 69/barel. Sebelumnya, harga minyak jenis ini sempat menyentuh US$ 70,05/barel yang merupakan titik tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Kenaikan harga minyak akan mempengaruhi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dampaknya tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Sebelum era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah memberikan subsidi harga kepada tiga BBM yaitu premium (benzine), solar (diesel), dan minyak tanah (kerosene). Besaran subsidi BBM kala itu bisa mencapai ratusan triliun rupiah.
APBN begitu rawan akibat subsidi BBM. Pergerakan harga minyak, produksi, dan kurs bisa membuat anggaran subsidi membengkak sewaktu-waktu.
Namun ketika Jokowi terpilih sebagai presiden, tidak lama kemudian kebijakan subsidi dirombak total. Premium tidak lagi diberi subsidi, sementara solar mendapat subsidi selisih harga Rp 500/liter. Minyak tanah tetap disubsidi, tetapi penggunaannya sudah sangat minim karena digantikan dengan elpiji 3 kg.
Anggaran subsidi pun turun drastis. Pada 2017, anggaran subsidi energi adalah Rp Rp 186 triliun dan 2016 turun menjadi Rp 174 triliun. Tahun lalu, realisasi subsidi energi tercatat Rp 96,7 triliun.
Fluktuasi harga minyak tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap postur belanja negara, karena pekerjaan rumah reformasi subsidi BBM sudah dituntaskan. Dalam kondisi APBN yang sekarang, kenaikan harga minyak justru membawa berkah.
Dalam APBN 2018, pemerintah memasang asumsi harga minyak di US$ 48/barel rata-rata sepanjang tahun ini. Apabila harga minyak stabil di US$ 70/barel, maka pemerintah bisa memperoleh kelebihan anggaran sampai Rp 22 triliun dengan asumsi setiap kenaikan harga minyak US 1/barel menyebabkan kelebihan pembiayaan Rp 0,3-1 triliun.
Mengutip dokumen Nota Keuangan 2018, berikut dampak kenaikan harga minyak terhadap APBN 2018:
(aji/wed) Next Article Harga Minyak Melambung ke US$ 70/Barel, Ini Penyebabnya
Hari ini, Jumat (12/1/2018), harga emas hitam masih bertahan di kisaran US$ 69/barel. Sebelumnya, harga minyak jenis ini sempat menyentuh US$ 70,05/barel yang merupakan titik tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
![]() |
Sebelum era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah memberikan subsidi harga kepada tiga BBM yaitu premium (benzine), solar (diesel), dan minyak tanah (kerosene). Besaran subsidi BBM kala itu bisa mencapai ratusan triliun rupiah.
APBN begitu rawan akibat subsidi BBM. Pergerakan harga minyak, produksi, dan kurs bisa membuat anggaran subsidi membengkak sewaktu-waktu.
![]() |
Namun ketika Jokowi terpilih sebagai presiden, tidak lama kemudian kebijakan subsidi dirombak total. Premium tidak lagi diberi subsidi, sementara solar mendapat subsidi selisih harga Rp 500/liter. Minyak tanah tetap disubsidi, tetapi penggunaannya sudah sangat minim karena digantikan dengan elpiji 3 kg.
Anggaran subsidi pun turun drastis. Pada 2017, anggaran subsidi energi adalah Rp Rp 186 triliun dan 2016 turun menjadi Rp 174 triliun. Tahun lalu, realisasi subsidi energi tercatat Rp 96,7 triliun.
Fluktuasi harga minyak tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap postur belanja negara, karena pekerjaan rumah reformasi subsidi BBM sudah dituntaskan. Dalam kondisi APBN yang sekarang, kenaikan harga minyak justru membawa berkah.
Dalam APBN 2018, pemerintah memasang asumsi harga minyak di US$ 48/barel rata-rata sepanjang tahun ini. Apabila harga minyak stabil di US$ 70/barel, maka pemerintah bisa memperoleh kelebihan anggaran sampai Rp 22 triliun dengan asumsi setiap kenaikan harga minyak US 1/barel menyebabkan kelebihan pembiayaan Rp 0,3-1 triliun.
Mengutip dokumen Nota Keuangan 2018, berikut dampak kenaikan harga minyak terhadap APBN 2018:
![]() |
(aji/wed) Next Article Harga Minyak Melambung ke US$ 70/Barel, Ini Penyebabnya
Most Popular