Duduk Perkara Polemik Rumah Guruh, Ini yang Harus Dipahami
Jakarta, CNBC Indonesia - Guruh Soekarno Putra terjerat masalah rumah yang berlokasi di Jalan Sriwijaya III No 1 Jakarta Selatan. Masalah ini bermula dari pinjaman yang diajukannya.
Saat itu, Guruh mengajukan pinjaman untuk bisnis sebesar Rp 35 miliar kepada Suwantara Gotama di Mei 2011. Pinjaman tersebut memiliki bunga 4,5% dengan jangka waktu tiga bulan.
Gotama menyetujui pinjaman dengan syarat Perjanjian Perikatan Jual Beli atau PPJB. Pada 3 Mei, perjanjian kuasa menjual dan mengosongkan dibuat.
Sebelum jatuh tempo, Guruh menghubungi Gotama namun tidak ada jawaban. Berikutnya Guruh bertemu dengan Susy Angkawijaya, yang disebut akan membantu pelunasan utang tersebut, pada 3 Agustus 2011.
Saat itu, Susy mengajukan syarat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) pada Guruh. Harga jual beli yang disepakati Rp 16 miliar, di mana Guruh mengaku tak pernah menerimanya.
"Jadi itu hanya murni di tanggal 3 Agustus 2011 itu hanya murni dibuat AJB antara Mas Guruh sebagai penjual, Susy sebagai pembeli," ujar pengacara Guruh, Simeon Petrus, dilansir detik.com, dikutip Minggu (20/8/2023).
AJB, menurut Guruh, digunakan Susy untuk menggugatnya dan mengklaim rumahnya. Pada akhirnya Guruh dijatuhkan hukuman ganti rugi materiil Rp 23 miliar.
Sejak 31 Agustus 2022, Guruh juga telah diminta meninggalkan rumahnya. Pada 4 Agustus 2023, proses eksekusi dimulai.
Pelajaran dari Kasus Guruh
Sebagai informasi, AJB merupakan bukti transaksi sebuah aset. Akta tersebut diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didapatkan usai transaksi jual-beli.
AJB juga bukan bukti sah kepemilikan tanah. Sebab ini adalah dokumen untuk pembuktian adanya peralihan hak pada tanah dan bangunan.
Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, sertifikat bukti kepemilikan tanah/properti tak ada yang wujudnyaAJB. Yang dikenal adalahSHM (Sertipikat Hak Milik),SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan), SHGU (Sertipikat Hak Guna Usaha), atau SHSRS (Sertipikat Hak Satuan Rumah Susun).
Namun pada kasus ini terdapat hal yang janggal karena pihak Guruh merasa tak pernah menerima Rp 16 miliar. Sementara pihak Susy juga belum berkomentar soal pembayaran tersebut.
Sebagai catatan, jangan sembarangan berutang pada perorangan. Ini akan kian rumit, apalagi saat sudah masuk ke ranah hukum. Karena akan menyita waktu dan juga menguras biaya yang tidak sedikit.
Ada baiknya meminjam dana ke lembaga keuangan saja. Apalagi jika tujuannya untuk bisnis.
Perlu diingat juga untuk jangan pernah meminjam uang tanpa mengetahui alasan yang jelas. Sementara bagi orang yang meminjam, Anda perlu tahu kemampuan untuk membayar utang.
(haa/haa)