
ARB 15%, Peluang atau Malapetaka Buat Anda?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengimplementasikan normalisasi atas kebijakan batasan persentase Auto Rejection Bawah tahap I sebesar 15%. Apakah hal ini bakal jadi peluang bagi investor ritel atau malah sebaliknya?
Auto reject itu sendiri adalah persentase batas kenaikan harga tertinggi dari saham. Intinya, ketika suatu saham disebut ARA (auto reject atas), maka harga saham milik emiten itu naik hingga batas tertingginya yang sudah ditentukan.
Begitu pun sebaliknya jika saham itu disebut ARB (auto-reject bawah), artinya harganya turun hingga menyentuh batas terendahnya.
Pada perdagangan sesi I Senin (5/6/2023), emiten PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sudah menjadi saham pertama yang terkena ARB 15%. Para pemilik saham GOTO yang membeli di harga pucuk tentu mengalami kerugian yang cukup dalam.
Menyikapi adanya ARB 15%, hal ini tentu bisa menjadi tantangan tersendiri bagi para trader dan investor. Berikut ulasannya.
Ketika ARB 15% jadi peluang
Bagi para investor jangka panjang, penurunan harga saham yang cukup dalam tentu bisa menjadi peluang untuk membeli saham di harga yang lebih murah.
Anggap saja, ketika investor memegang saham suatu perusahaan dalam keadaan floating loss, dan dia pun membeli lagi saham tersebut dalam kondisi terkena ARB, maka rata-rata nilai perolehan investor atas saham itu juga akan menurun. Alhasil, ketika harga saham itu melambung, keuntungan yang didapat bisa semakin besar.
Strategi membeli saham di harga murah seperti ini kerap kali disebut averaging down. Namun bukan berarti seluruh saham yang menyentuh ARB layak untuk dikoleksi.
Ketika masalah fundamental yang menjadi penyebab suatu saham menyentuh ARB, maka investor juga harus berhati-hati dan tidak mudah tergoda dengan valuasi yang murah.
Saham murah yang sering dilego investor lantaran prospek bisnisnya yang sunset tentu bukanlah pilihan yang baik.
ARB 15% bagi trader saham
Seorang trader yang mencari keuntungan dari transaksi saham jangka pendek tentu harus memiliki trading plan yang matang untuk menyikapi ARB yang kini bisa mencapai 15%. Hal itu disebabkan karena, semakin tinggi pula peluang risiko yang mereka alami terkait penurunan harga saham.
Trader juga akan dituntut untuk bisa lebih berhati-hati dalam proses transaksi sahamnya, dengan menerapkan strategi stop loss yang terukur.
Tak hanya investor, trader juga harus melakukan diversifikasi dalam kegiatan tradingnya dengan menyebar modal investasi ke beberapa saham di sektor yang berbeda. Mereka pun harus memastikan, uang yang digunakan untuk jual-beli adalah uang dingin yang tidak dialokasikan untuk kebutuhan jangka pendek atau panjang.
(aak/aak)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apa Itu ARA & ARB Dalam Investasi Saham?