
Cara Investasi Saham Batu Bara, Biar Cuan 100%

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara anjlok 63% dari titik tertingginya, menjadi US$ 160 per ton. Penurunan harga batu bara membuat harga saham batu bara mulai terkoreksi. Pertanyaannya, apakah koreksi ini menjadi kesempatan untuk mengoleksi saham batu bara?
Investasi saham batu bara memang menarik dan mampu memberikan imbal hasil mencapai ratusan persen. Emiten-emiten batu bara sudah terbukti mengantarkan investor top Indonesia melipatgandakan asetnya.
Namun, pergerakan saham-saham batu bara yang memiliki fluktuasi tinggi membuat investor sulit mendeteksi antara koreksi masih akan berlanjut atau malah mengalami kenaikan kembali (rebound).
Sebenarnya, tingginya volatilitas memberikan peluang untuk memperoleh keuntungan yang besar. Penurunan laba bersih emiten batu bara disebabkan penurunan harga komoditas yang lebih rendah dibanding beban per ton perusahaan.
Batu bara adalah saham siklikal
Laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan kerugian membuat pelaku pasar khawatir dan berlomba melakukan penjualan, sehingga seringkali harga saham terdiskon.
Pasca koreksi dalam, seiring harga komoditas kembali menguat, pasar kembali euforia menyambut peningkatan laba bersih. Saham batu bara cenderung akan kembali ke harga wajarnya.
Naik turun saham batu bara menjadikannya tergolong sebagai kategori saham siklikal atau memiliki siklus searah harga komoditasnya. Semakin tinggi harga batu bara, laba bersih perusahaan juga akan ikut melonjak dan harga rendah bisa membuat perusahaan batu bara rugi.
Tingginya fluktuasi harga batu bara menjadikan sumber keuntungan terbesar investasi saham batu bara melalui keuntungan penjualan saham di harga yang lebih tinggi dibanding pembelian atau biasa disebut capital gain.
Tidak cuma itu, investor yang mendapatkan harga saham batu bara di posisi terendahnya, juga berpotensi mendapatkan keuntungan sambil menunggu harga saham meningkat melalui dividen.
Contoh kasus ITMG
Sebagai contoh, emiten PT Indo Tambang Raya Megah (ITMG) telah membagikan dividen Rp 10.544 per lembar dalam 12 bulan terakhir (trailing twelve months/TTM).
Padahal, di tengah tekanan harga batu bara akibat pandemi 2020 silam, saham ITMG sempat menyentuh Rp7.000 per lembar. Hal ini mengindikasikan imbal hasil dividen yang diterima (dividend yield) investor yang membeli di tengah ketakutan pasar, mencapai 150%.
Jangan salah pilih emiten
Namun, investor perlu cermat dalam memilih saham batu bara yang akan diinvestasikan. Sebab, aktivitas penambangan batu bara melalui beberapa tahapan yaitu eksplorasi, pemindahan tanah tertutup, penambangan, dan pengiriman.
Perusahaan di sektor energi memiliki bisnis beragam seperti kontraktor pertambangan (PTRO, DOID), persewaan alat berat (HEXA, KOBX), pemilik konsesi sekaligus perdagangan batu bara (ITMG, PTBA, INDY), dan sebagainya.
Terkadang, investor terkecoh berniat membeli perusahaan yang melakukan penambangan dan jual beli batu bara, tetapi malah membeli perusahaan kontraktor pertambangan.
Investor perlu memperhatikan profil bisnis perusahaan yang dapat dilihat dari materi paparan publik (public expose presentation) dan laporan tahunan (annual report).
Setelah memahami profil bisnis dari perusahaan penambang, investor dapat melanjutkan dengan memperhatikan spesifikasi batu bara, volume produksi dan penjualan, harga jual rata-rata historis (average selling price/ASP), biaya produksi per ton, lokasi tambang, konsensi pertambangan, pajak royalti dan sebagainya.
Selain itu, investor juga dapat melihat kinerja finansial perusahaan di masa lampau dan mengkaitkannya dengan pergerakan harga saham sekaligus harga komoditasnya.
Cek valuasi sahamnya
Mendalami bisnis perusahaan akan memudahkan prediksi kinerja perusahaan kedepan dan potensi labanya. Langkah selanjutnya adalah melakukan valuasi dan membandingkan dengan kompetitornya.
Namun, teknik valuasi perusahaan batu bara sedikit berbeda dibanding dengan emiten pada umumnya.
Teknik analisis (PER/Price to Earning Ratio) dinilai kurang tepat lantaran ketika laba bersih meningkat maka nilai PER akan menjadi kecil, begitupun sebaliknya. Ketahuilah bahwa laba bersih emiten batu bara bersifat fluktuatif mengikuti harga batu bara di pasaran.
Alangkah baiknya untuk menggunakan metode (PBV/Price to Book Value) saja ketimbang menggunakan PER. Hal itu disebabkan karena PBV mencerminkan kekayaan perusahaan yang bersangkutan, semakin tinggi modal atau kekayaan maka semakin kecil PBV emiten.
Hingga hari ini (26/5/2023), emiten batu bara belum menunjukkan tekanan ketakutan maksimal, sehingga belum timing-nya untuk mendapatkan harga terendah atau bottom.
(aak/aak)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berburu Saham Penghasil Cuan, Lebih Cek Laba Bersih Atau Arus Kas?