Kriptomologi

Mata Uang Kripto Bakal Dipajaki, Kira-Kira Kena Berapa Ya?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 May 2021 08:40
Infografis: Negara Ini Disebut Surga Uang Kripto & Bitcoin, RI Masuk?
Foto: Infografis/Negara Ini Disebut Surga Uang Kripto & Bitcoin, RI Masuk?/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia menjajaki peluang mengenakan pajak penghasilan (Pph) terhadap keuntungan transaksi mata uang kripto yang saat ini tengah marak-maraknya. Kebijakan ini bakal menguntungkan bagi eksistensi investasi Bitcoin dkk, tapi "merugikan" bagi para investornya.

Juru bicara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Neilmaldrin Noor kepada pers menyatakan bahwa skema pengenaan pajak untuk jual-beli mata uang kripto saat ini masih didiskusikan. Pada prinsipnya, wajib pajak yang menikmati keuntungan transaksi harus membayar pajak kepada pemerintah dan melaporkan kepemilikannya di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

"Penting untuk diketahui bahwa... jika ada keuntungan atau laba transaksi yang dihasilkan dari sebuah transaksi, maka keuntungannya menjadi objek pajak penghasilan," tutur Neilmaldrin sebagaimana dikutip Reuters, pada Selasa (11/5/2021).

Indonesia memang menjadi satu dari beberapa negara yang mengizinkan penggunaan mata uang digital tersebut sebagai aset investasi laiknya barang komoditas lainnya. Meski demikian, pengunaan di luar itu masih dilarang, misalnya sebagai alat pembayaran dan alat tukar.

Platform jual beli mata uang kripto yakni Indodax, per April mencatatkan jumlah pengguna aktif sebanyak 3 juta orang, atau meningkat pesat dari posisi awal tahun yang baru sebanyak 2,3 juta.

Maraknya transaksi mata uang kripto sebagai aset investasi mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerukan kehati-hatian kepada para investor karena tingginya risiko volatilitas mata uang tanpa underlying asset ini.

Bagi pelaku investasi mata uang kripto, perlakuan pajak ini bisa dimaknai dua hal: positif dan negatif secara bersamaan. Di satu sisi, perlakuan pajak ini membuat aset kripto diakui oleh negara, sebagai alat investasi yang sah. Ini akan mengaburkan pandangan para pengritik mata uang kripto yang menganggapnya bukan alat penyimpan nilai (store of value).

Namun di sisi lain, perlakuan pajak itu jelas akan menggerus nilai keuntungan yang mereka dapatkan, yang selama ini mereka nikmati secara cuma-cuma dan tak perlu memberikan kontribusi sepeser pun ke negara.

Bagi penambang, mereka selama ini memanfaatkan tarif dasat listrik yang sama seperti konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) lainnya karena memang tidak ada pengenaan tarif khusus untuk para penambang tersebut.

Center for Alternative Finances di Cambridge memperkirakan konsumsi listrik untuk menabang Bitcoin di atas 115 terawatt per jam (Twh) atau 115 triliun watt per jam. Sebagai perbandingan, penjualan listrik PLN ke seluruh rakyat Indonesia hingga kuartal III-2020 sebesar 181,6 Twh.

"(Jumlah listrik untuk penambangan) secara historis lebih banyak dari (jumlah listrik yang digunakan) sebuah negara, seperti Irlandia," kata profesor ekonomi Universitas New Mexico, Benjamin Jones, dikutip The Guardian, Senin (1/3/2021).

qSumber: Digiconomist

Terpisah, laporan Digiconomist mengungkapkan jika penggunaan listrik untuk menambang Bitcoin di seluruh dunia mencapai 80 Twh.

Indonesia tentu saja terhitung terlambat jika dibandingkan dengan negara maju. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, Internal Revenue Service (IRS) telah lama mengincar potensi pemasukan negara dari transaksi mata uang kripto.

Pada 2014, IRS mengeluarkan aturan bernomor 2014-21, yang menyatakan bahwa mata uang kripto diberlakukan sebagai barang kepemilikan (properti), dan bukannya mata uang, sehingga menjadi obyek pajak penghasilan (Pph) federal.

Mengutip CNBC International, sejak tahun lalu IRS telah mengumumkan bahwa mereka yang mengunakan mata uang kripto untuk membeli aset, termasuk aset digital berkode pemilikan seperti non-fungible token (NFT), maka berlaku prinsip "peralihan aset."

"Jika anda menukarkan mata uang virtual yang anda pegang sebagai aset kapital dengan aset kepemilikan lainnya, termasuk barang atau mata uang virtual lain, anda akan mendapatkan keuntungan atau kerugian kapital," demikian ujar IRS dalam keterangan resminya.

Saat ini, kolektor mata uang kripto sedang ramai-ramainya menggunakan bitcoin dan ethereum untuk membeli NFT, yang memungkinkan seni digital-yang biasanya bisa dinikmati dan diviralkan secara gratis-memiliki hak cipta digital sehingga penikmatnya bisa dikenai bayaran.

Di mata IRS, bitcoin dan ethereum adalah aset investasi dan bukan mata uang. Oleh karena itu, penggunanya akan diharuskan membayar pajak keuntungan yang didapatkannya ketika mengalihkan aset tersebut dalam sebuah transaksi.

Misalkan anda membeli etherum seharga US$ 100, dan kini harganya mencapai US$ 2.000,maka jika anda memakainya untuk membeli NFT seharga US$ 2.000, ada selisih keuntungan sebesar US$ 1.900 yang menjadi obyek pajak (capital gain). Di Amerika Serikat (AS), nilai pajak capital gain maksimumnya adalah 20%, atau sebesar US$ 380 untuk kasus tersebut.

"Anda tidak sedang menggunakan mata uang, melainkan membelanjakan barang yang nilainya terapresiasi... Jadi, membelanjakannya saja menciptakan aktivitas yang terkena pajak," tutur Chandasekera, Kepala Perencana Pajak CoinTracker, sebagaimana dikutip CNBC International.

Pajak serupa juga dikenakan bagi mereka yang selama ini menambang Bitcoin cs di Indonesia, dan menikmati keuntungan bebas pajak. Siap-siap, aktivitas mereka mengeksploitasi tarif listrik murah yang disediakan negara bakal terkena pajak serupa jika Pph tersebut diberlakukan.

Nilainya sejauh ini, jika Ditjen Pajak tertarik untuk menempatkannya sama seperti penghasilan pribadi sesuai aturan PPh pasal 21, adalah sebesar 30% (layer tertinggi). Jadi, jika anda sukses menambang sekeping bitcoin, seharga Rp 800 juta, maka pajaknya bisa mencapai Rp 240 juta.

Lalu jika mentransaksikannya, maka keuntungan transaksi (capital gain) yang diterima bakal terkena pajak 5-30% jika dianggap sama seperti transaksi mata uang asing (forex), atau 20% jika diperlakukan sama seperti deposito, 15% jika perlakuannya seperti obligasi, atau hanya 0,1% jika mata uang kripto dianggap sama dengan aset saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular