
Akhir Tahun, Pilih Investasi Emas, Saham, Atau Reksa Dana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 sebentar lagi berakhir, di tahun yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah modern akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) pasar keuangan global mengalami jungkir balik. Di awal tahun ini nyaris semua aset rontok akibat Covid-19, hanya dolar Amerika Serikat (AS) yang melesat naik, hingga muncul istilah "cash is the king". Tapi bukan sembarang cash, hanya dolar AS.
Saham yang merupakan aset berisiko ambrol, lawannya emas yang merupakan aset aman (safe haven) juga merosot. Tetapi setelah pemerintah dan bank sentral di dunia bertindak dengan menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter membuat arah angin berbalik.
Saham-saham mulai bangkit, dan emas meroket hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada awal Agustus lalu. 2 pekan sebelum tahun 2020 berakhir, emas bisa dikatakan lebih unggul dibandingkan saham, ataupun dengan aset investasi lainnya seperti reksa dana.
Berdasarkan data Refintiv, harga emas dunia sepanjang tahun ini atau secara year-to-date (YtD) menguat sekitar 23%. Sementara itu emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. atau yang dikenal dengan emas Antam melesat lebih dari 35%.
Dibandingkan dengan pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatat pelemahan sekitar 2,5% YtD. Kemudian, kinerja reksa dana juga tidak berbeda jauh. Berdasarkan data dari Bareksa, Indeks Reksa Dana Saham masih mencatat kinerja negatif 7,34% dalam satu tahun terakhir, tetapi Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap mencatat kenaikan 7,16%. Tetapi tetap saja kalah jauh ketimbang emas yang naik 2 digit.
Namun, jika melihat 3 bulan ke belakangan, yang terjadi justru kebalikannya. Harga emas dunia mengalami penurunan sekitar 4%, sementara emas Antam merosot lebih dari 6%. Sebaliknya IHSG justru meroket lebih dari 20%, begitu juga dengan Indeks Reksa Dana Saham, Reksa Dana Campuran, bahkan Reksa Dana Pendapatan Tetap masih mencatat kenaikan 3,25%.
![]() Sumber: Bareksa |
Lantas, jelang berakhirnya tahun 2020 investasi apa yang sebaiknya dipilih?
Tahun 2020 tinggal 2 pekan lagi, memilih investasi tentunya harus melihat jangka panjang, setidaknya bagaimana kinerjanya di tahun depan. Emas memang sedang unggul dari saham dan reksa dana di tahun ini, tetapi melihat kinerjanya 3 bulan ke belakangan kemungkinan bisa "menular" hingga tahun depan.
Seperti disebutkan sebelumnya, arah angina bagi pasar keuangan berubah setelah gelontoran stimulus moneter dan fiskal. Aset-aset berisiko kembali menanjak naik, emas juga ikut menanjak, dan dolar AS yang sebelumnya berjaya justru merosot.
Namun dalam 3 bulan terakhir, aset berisiko jauh lebih unggul ketimbang emas. Sebabnya, vaksin virus corona yang sudah ditemukan. Vaksin buatan perusahaan farmasi AS Pfizer yang berkolaborasi dengan BionTech kini sudah mulai disuntikkan di Eropa dan Amerika Serikat. Kemudian vaksin buatan Moderna sebentar lagi akan mendapat izin menggunakan darurat seperti Pfizer.
Ada lagi vaksin buatan AstraZeneca dari Inggris, serta Sinovac dari China.
Saat vaksinasi secara masal dimulai, kehidupan perlahan akan normal kembali, roda bisnis berputar lebih kencang, dan perekonomian global bisa bangkit kembali. Ekspektasi tersebut membuat bursa saham global kembali bangkit. Bursa saham AS (Wall Street) bahkan sudah beberapa kali mencetak rekor tertinggi di tahun ini.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi AS. Tahun ini, produk domestik bruto (PDB) diprediksi mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 2,4%, lebih baik dari proyeksi sebelumnya -3,7%. Sementara untuk tahun depan PDB diproyeksikan tumbuh 4,2%, lebih baik dari perkiraan sebelumnya 4%.
Indonesia juga akan melakukan vaksinasi mulai tahun depan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19 kepada masyarakat.
Dengan demikian perekonomian Indonesia tentunya berpeluang bangkit juga di tahun depan. Alhasil, investasi saham akan menjadi lebih menarik ketimbang emas, begitu juga dengan reksa dana saham, reksa dana campuran, atau reksa dana lainnya.
Emas memang akan kurang menarik, tetapi sebenarnya masih berpeluang kembali naik sebab faktor-faktor yang mendongkrak kinerja emas di tahun ini masih akan berlanjut hingga tahun depan. Meski demikian.
Stimulus moneter dan stimulus fiskal khususnya di AS menjadi "bahan bakar" utama emas menguat di tahun ini, dan masih akan berlanjut di tahun depan. Hanya saja, nilainya tidak akan sebesar tahun ini, sebab perekonomian global yang mulai bangkit.
The Fed saat mengumumkan kebijakan moneter menegaskan akan terus melanjutkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai setidaknya US$ 120 miliar per bulan "sampai ada perbaikan substansial menuju target pasar tenaga kerja full employment serta stabilitas harga".
Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.
"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Powell.
Selain itu, stimulus fiskal jilid II senilai US$ 908 miliar juga tidak lama lagi akan cair, meski nilainya jauh lebih rendah ketimbang yang digelontorkan bulan Maret lalu sebesar US$ 2 triliun.
Harga emas membukukan kenaikan 2 digit di tahun ini, tetapi masih kalah jauh ketimbang bitcoin yang sudah mencatat kenaikan 3 digit.
Harga Bitcoin kemarin meroket ke atas US$ 20.000/BTC dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Tetapi, umur rekor tersebut singkat, hari ini harga mata uang kripto ini kembali melesat tinggi.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 10:19 WIB, bitcoin diperdagangkan di kisaran US$ 22.081,49/BTC, melesat 4,09%, melanjutkan kenaikan 9,21%. Artinya hanya dalam kurang dari 2 kali 24 jam bitcon meroket lebih dari 13%.
Dianggap sebagai emas digital, pemicu kenaiakan bitcoin sama dengan kenaikan emas kemarin, yakni pengumuman kebijakan moneter The Fed.
Melihat dari return tersebut, bitcoin tentu jauh lebih menarik dibandingkan emas. Apalagi, berdasarkan survei JP Morgan, millennial lebih memilih bitcoin ketimbang emas. Dan patut diingat, ke depannya para millennial inilah yang akan mendominasi pasar finansial.
"Dua kelompok menunjukkan perbedaan dalam preferensi untuk mata uang 'alternatif'. Kelompok yang lebih tua memilih emas, sementara kelompok muda memilih bitcoin," kata analis JP Morgan yang dipimpin Nikolaos Panigirtzoglou dalam sebuah catatan yang dikutip Kitco, Selasa (18/8/2020).
Preferensi emas dan bitcoin sebagai alternatif berdampak pada korelasi kedua aset tersebut menjadi lebih positif. Artinya keduanya bergerak searah, ketika emas menguat, bitcoin juga akan naik. Menurut JP Morgan, hal itu terjadi karena millennial di AS melihat bitcoin sebagai uang 'alternatif' untuk dolar AS.
"Aliran modal simultan telah menyebabkan perubahan pola korelasi antara bitcoin dengan aset lainnya, menjadi lebih positif antara bitcoin dan emas, tetapi juga antara bitcoin dengan dolar karena millennial di AS melihat bitcoin sebagai uang 'alternatif' untuk dolar AS," kata Panigirtzoglou.
Sementara itu hasil survei, deVere Group, perusahaan financial advisory independen dan fintech, terhadap 700 lebih millennial di berbagai negara, sebanyak 67% menyatakan mereka memilih bitcoin sebagai aset safe haven ketimbang emas.
Millenial akan menjadi kunci penting bagi masa depan bitcoin, sebab berdasarkan hasil survei DeVere, akan ada transfer kekayaan antar generasi yang besar. Berdasarkan estimasi, transfer kekayaan tersebut mencapai US$ 60 triliun dari generasi baby boomers ke millennial.
Artinya, dengan millennial lebih memilih bitcoin sebagai safe haven ketimbang emas, ketika transfer kekayaan terjadi tentunya investasi ke bitcoin kemungkinan akan lebih besar lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan bitcoin akan benar-benar mengeser posisi emas.
JP Morgan sudah melihat hal tersebut, dan mengatakan emas akan "menderita" beberapa tahun ke depan akibat aliran investasi beralih ke bitcoin. Fenomena tersebut diprediksi akan berlanjut hingga beberapa tahun ke depan.
"Adopsi bitcoin oleh investor institusional baru saja dimulai, sementara emas sudah diadopsi sejak lama. Jika tesis tersebut benar, maka harga emas akan menderita akibat beralihnya aliran investasi dalam beberapa tahun ke depan," tulis ahli strategi JP Morgan sebagaimana dikutip Kitco.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dunia Gonjang Ganjing, Bagus Investasi Apa Ya?