
Keberadaan 7 Diler Diharapkan Bikin Transaksi ETF Lebih Murah
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
20 November 2019 20:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberadaan tujuh perusahaan efek sebagai diler partisipan (dealer participant/DP) bagi produk reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund/ETF) semakin membuat produk investasi tersebut diharapkan lebih maju lagi.
"Supaya lebih banyak pilihan dan kompetitif. Alhamdulillaah, saat ini sudah ada tujuh DP, dari sebelumnya hanya ada dua DP, dan hanya 1 yang aktif," ujar Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, kepada CNBC Indonesia hari ini (20/11/19).
Saat ini, tujuh DP yang dimaksud Hasan terdiri dari PT Indo Premier Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT Panin Sekuritas Tbk (PANS), PT Philip Sekuritas, PT Sinarmas Sekuritas, PT Bahana Sekuritas, dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Hasan tidak menampik kondisi saat ini di mana biaya pengelolaan (management fee) ETF masih belum turun dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, lanjutnya, dengan bertambahnya DP tersebut diharapkan dapat memperkecil biaya yang saat ini dinilai masih tinggi.
ETF adalah produk investasi reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa. Produk tersebut memiliki aset dasar (underlying) efek yang ditransaksikan di bursa, baik saham maupun obligasi. Produk itu dibentuk berdasarkan kontrak investasi kolektif (KIK) oleh manajer investasi dengan bank kustodian.
Transaksi ETF diawali di pasar primer melalui sekuritas yang dinamakan DP dengan penciptaan 1 unit kreasi/basket di pasar primer yang terdiri dari 100.000 unit penyertaan (UP) oleh si manajer investasi (fund manager).
Setelah pasar primer ETF terjadi dan produknya dicatatkan di bursa melalui sekuritas yang bertugas menjadi DP, maka ETF bisa ditransaksikan di pasar sekunder yang dapat ditransaksi layaknya saham di pasar reguler melalui sekuritas manapun dengan minimal transaksi 100 UP.
Besaran 100 UP itu setara dengan 1 lot saham yang berarti 100 unit saham, sehingga jika harga ETF Rp 5.000 di papan bursa maka minimal transaksi di pasar sekunder adalah 1 lot dan akan menerima 100 UP ETF senilai Rp 50.000, di luar biaya transaksi.
DP juga bertugas untuk menjaga transaksi dan menyediakan suplai jual dan kesiapan beli di pasar sekunder sehingga investor yang ingin membeli dan menjual ETF dapat merealisasikan transaksi jual maupun belinya.
Biasanya ETF didasari oleh indeks tertentu, baik saham maupun obligasi, atau seri tertentu sehingga memiliki acuan yang jelas. Karena itulah, ETF dianggap sebagai produk investasi pasif (passive investment/passive fund) karena sifatnya yang hanya mencerminkan acuannya di pasar. Contoh produk passive investment lain adalah reksa dana indeks atau reksa dana terproteksi.
Jenis produk pasif tersebut bertolak belakangan dengan produk investasi aktif (active investment/active fund) seperti reksa dana aktif, yaitu reksa dana yang dikelola dengan intensitas jual-beli yang lebih reaktif dibandingkan dengan jenis reksa dana lain. Produk aktif tersebut dapat berupa portofolio saham maupun obligasi.
Saat ini, biaya pengelolaan (management fee) ETF dinilai masih lebih mahal karena masih setara dengan reksa dana saham yang memiliki rentang 3%-5% dari dana kelolaan (asset under management/AUM). Di sisi lain, passive fund biasanya dibebani management fee yang lebih kecil, di kisaran 1%-2% dari AUM.
Biaya DP merupakan salah satu bagian dari management fee yang dapat dibebankan manajer investasi kepada nasabah. Dengan banyaknya DP, maka diharapkan biaya DP juga dapat bersaing dan turun dibandingkan dengan sebelumnya, yang akhirnya dapat menurunkan management fee yang dibebankan manajer investasi kepada nasabahnya.
Hasan menambahkan bahwa saat ini selisih (spread) kuotasi jual dan beli dari masing-masing DP semakin kecil juga dapat membuat produk ini lebih menarik. Salah satu penyebabnya adalah adanya insentif dari bursa terkait dengan transaksi ETF di pasar sekunder.
"Ini sesuai harapan, agar lebih menarik bagi investor membeli atau menjual ETF."
Spread kuotasi adalah perbedaan antara tingkat penawaran beli (bid) tertinggi (best bid) dan penawaran jual (offer) tertinggi (best offer) di pasar, yang terlihat di sistem perdagangan saham. Semakin lebar selisih, maka semakin merugikan investor karena harus membeli di harga yang lebih tinggi dan menjual di harga yang lebih rendah.
Insentif yang dimaksud Hasan adalah insentif biaya transaksi pembelian ETF yang berlaku selama 2 tahun. Berlakunya insentif tersebut pada September itu diharapkan dapat memancing minat untuk penerbitan produk baru serta menggenjot transaksi ETF naik 40 kali lipat.
Tujuan dari pemberian insentif terutama untuk mendorong nilai transaksi di pasar sekunder ETF yang masih sangat rendah dibandingkan dengan transaksi di pasar primer serta menyikapi pertumbuhan jumlah ETF yang sangat pesat dalam 5 tahun terakhir.
Nilai transaksi ETF per tahun adalah Rp 100 miliar, atau berarti Rp 400 juta per hari. Diharapkan nilai transaksi itu berlipat dan menyamai transaksi ETF di pasar perdana yaitu Rp 4 triliun per tahun atau Rp 16 miliar per hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Yuk, Cari Tau Peluang Investasi ETF
"Supaya lebih banyak pilihan dan kompetitif. Alhamdulillaah, saat ini sudah ada tujuh DP, dari sebelumnya hanya ada dua DP, dan hanya 1 yang aktif," ujar Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, kepada CNBC Indonesia hari ini (20/11/19).
Saat ini, tujuh DP yang dimaksud Hasan terdiri dari PT Indo Premier Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT Panin Sekuritas Tbk (PANS), PT Philip Sekuritas, PT Sinarmas Sekuritas, PT Bahana Sekuritas, dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
ETF adalah produk investasi reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa. Produk tersebut memiliki aset dasar (underlying) efek yang ditransaksikan di bursa, baik saham maupun obligasi. Produk itu dibentuk berdasarkan kontrak investasi kolektif (KIK) oleh manajer investasi dengan bank kustodian.
Transaksi ETF diawali di pasar primer melalui sekuritas yang dinamakan DP dengan penciptaan 1 unit kreasi/basket di pasar primer yang terdiri dari 100.000 unit penyertaan (UP) oleh si manajer investasi (fund manager).
Setelah pasar primer ETF terjadi dan produknya dicatatkan di bursa melalui sekuritas yang bertugas menjadi DP, maka ETF bisa ditransaksikan di pasar sekunder yang dapat ditransaksi layaknya saham di pasar reguler melalui sekuritas manapun dengan minimal transaksi 100 UP.
Besaran 100 UP itu setara dengan 1 lot saham yang berarti 100 unit saham, sehingga jika harga ETF Rp 5.000 di papan bursa maka minimal transaksi di pasar sekunder adalah 1 lot dan akan menerima 100 UP ETF senilai Rp 50.000, di luar biaya transaksi.
DP juga bertugas untuk menjaga transaksi dan menyediakan suplai jual dan kesiapan beli di pasar sekunder sehingga investor yang ingin membeli dan menjual ETF dapat merealisasikan transaksi jual maupun belinya.
Biasanya ETF didasari oleh indeks tertentu, baik saham maupun obligasi, atau seri tertentu sehingga memiliki acuan yang jelas. Karena itulah, ETF dianggap sebagai produk investasi pasif (passive investment/passive fund) karena sifatnya yang hanya mencerminkan acuannya di pasar. Contoh produk passive investment lain adalah reksa dana indeks atau reksa dana terproteksi.
Jenis produk pasif tersebut bertolak belakangan dengan produk investasi aktif (active investment/active fund) seperti reksa dana aktif, yaitu reksa dana yang dikelola dengan intensitas jual-beli yang lebih reaktif dibandingkan dengan jenis reksa dana lain. Produk aktif tersebut dapat berupa portofolio saham maupun obligasi.
Saat ini, biaya pengelolaan (management fee) ETF dinilai masih lebih mahal karena masih setara dengan reksa dana saham yang memiliki rentang 3%-5% dari dana kelolaan (asset under management/AUM). Di sisi lain, passive fund biasanya dibebani management fee yang lebih kecil, di kisaran 1%-2% dari AUM.
Biaya DP merupakan salah satu bagian dari management fee yang dapat dibebankan manajer investasi kepada nasabah. Dengan banyaknya DP, maka diharapkan biaya DP juga dapat bersaing dan turun dibandingkan dengan sebelumnya, yang akhirnya dapat menurunkan management fee yang dibebankan manajer investasi kepada nasabahnya.
Hasan menambahkan bahwa saat ini selisih (spread) kuotasi jual dan beli dari masing-masing DP semakin kecil juga dapat membuat produk ini lebih menarik. Salah satu penyebabnya adalah adanya insentif dari bursa terkait dengan transaksi ETF di pasar sekunder.
"Ini sesuai harapan, agar lebih menarik bagi investor membeli atau menjual ETF."
Spread kuotasi adalah perbedaan antara tingkat penawaran beli (bid) tertinggi (best bid) dan penawaran jual (offer) tertinggi (best offer) di pasar, yang terlihat di sistem perdagangan saham. Semakin lebar selisih, maka semakin merugikan investor karena harus membeli di harga yang lebih tinggi dan menjual di harga yang lebih rendah.
Insentif yang dimaksud Hasan adalah insentif biaya transaksi pembelian ETF yang berlaku selama 2 tahun. Berlakunya insentif tersebut pada September itu diharapkan dapat memancing minat untuk penerbitan produk baru serta menggenjot transaksi ETF naik 40 kali lipat.
Tujuan dari pemberian insentif terutama untuk mendorong nilai transaksi di pasar sekunder ETF yang masih sangat rendah dibandingkan dengan transaksi di pasar primer serta menyikapi pertumbuhan jumlah ETF yang sangat pesat dalam 5 tahun terakhir.
Nilai transaksi ETF per tahun adalah Rp 100 miliar, atau berarti Rp 400 juta per hari. Diharapkan nilai transaksi itu berlipat dan menyamai transaksi ETF di pasar perdana yaitu Rp 4 triliun per tahun atau Rp 16 miliar per hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Yuk, Cari Tau Peluang Investasi ETF
Most Popular