Influencer Siap-Siap, Tahun Depan OJK Bakal 'Turun Gunung' Mengawasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya melakukan pengawasan industri jasa keuangan, termasuk kepada para influencer yang menawarkan produk keuangan kepada masyarakat, atau disebut juga financial influencer atau finfluencer.
Anggota Dewan Komisioner (ADK) merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, aturan bagi finfluencer telah memasuki tahap finalisasi.
"(Aturan) finfluencer kita sudah tahap final sih. Memang agak ngulur ya kemarin, karena ada perkembangan-perkembangan yang cukup menarik," ujarnya saat ditemui di Hotel Aryaduta Jakarta, Senin (8/12).
Kiki menyebut, perkiraan penerbitan aturan untuk finfluencer akan dilakukan tahun depan atau pada kuartal I tahun 2026 mengingat perkembangan cukup cepat dan dampak yang ditimbulkan cukup luas.
"Kalau tahun depan iyalah, kuartal satu lah. Ngga mungkin tahun ini, ngantri soalnya," sebutnya.
Wanita yang akrab disapa Kiki ini mengungkapkan, saat ini sudah banyak negara yang menerapkan aturan bagi para influencer yang menawarkan produk jasa keuangan. "Kalau dulu kita masih belajar dari Perancis saja, sekarang sudah semakin banyak negara yang menerapkan aturan kepada Finfluencer," ucapnya.
Kiki menjabarkan, para influencer harus jujur terbuka jika melakukan kerja sama pada perusahaan jasa keuangan. "Pada intinya Finfluencer itu harus terbuka ketika mereka melakukan endorse produk. Jangan dibilang saya menggunakan ini, saya berawang-awang, padahal sebenarnya dibayar," sebutnya.
Sebab, keterbukaan dan kejujuran sangat penting bagi informasi masyarakat terhadap suatu lembaga jasa keuangan.
"Ada kasus besar kemarin yang teman-teman juga pasti tahu kasusnya, Tapi saya nggak usah sebut nam, Kita panggil itu ya si orang yang menjajakan itu, bukannya tanpa komisi, ternyata dia adalah dibayar oleh perusahaan Bahkan dapat komisi Rp450 juta. Besar sekali," ungkapnya.
Sebelumnya, OJK juga telah duduk bersama dengan perwakilan para influencer keuangan untuk menerima masukan dalam penyempurnaan aturan tersebut.
"Jadi kami telah melakukan diskusi, pembahasan, menerima masukan, dan lain-lain dengan perwakilan-perwakilan dari finfluencer tersebut, yang juga ada perwakilan Financial Planner, perwakilan LSP, praktisi hukum, dan juga tentu saja diskusi dengan sektor pengawasan dan pengaturan sektoral di OJK untuk merumuskan usulan best fit pengaturan atas perilaku finfluencer di Indonesia yang tentu saja semua itu kerangkanya untuk melindungi kepentingan masyarakat," ungkapnya,
Kiki juga menerangkan syarat umum menjadi finfluencer menurut kriteria OJK.
"Pertama tentu finfluencer harus memastikan bahwa dia memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai terkait misalnya informasi yang disampaikan karena finfluencer ini bertanggung jawab atas setiap informasi yang dia sampaikan," tuturnya.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa finfluencer juga harus mematuhi ketentuan perizinan sesuai dengan ketentuan sektor yang berlaku dalam hal melakukan aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang wajib memiliki suatu izin tertentu.
"Misalnya untuk memberikan nasihat investasi wajib memiliki izin sebagai investasi, pemasaran asuransi, dan seterusnya," ucapnya.
Kemudian, para influencer keuangan tersebut wajib memahami produk layanan keuangan yang dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini untuk memastikan masyarakat mendapat informasi yang jelas, akurat, jujur, kemudian tentu saja mudah diakses dan tidak berpotensi menyesatkan.
"Kemudian tentu saja Finfluencer mengedepankan transparansi termasuk terkait identitasnya serta benturan kepentingan atas setiap informasi yang disampaikan,": sambungnya.
Ia mengatakan untuk mencegah adanya masalah, finfluencer harus terbuka terhadap kepentingan di balik informasi yang diberikan, terutama misalnya jika ada kerja sama bernilai ekonomi.
"Jadi yang banyak menimbulkan masalah ketika dia menyampaikan sesuatu padahal sebetulnya dia mendapatkan manfaat atau mudahnya dia menerima pembayaran atas jasa yang diberikan. Namun karena tidak disampaikan masyarakat mengira dia adalah juga merupakan pengguna dari produk sebut, mengira itu adalah misalnya review yang apa adanya sebagai konsumen dan lain-lain, padahal sebetulnya dia adalah menerima pembayaran dari apa yang dia sampaikan kepada masyarakat," terangnya.
Ia mengatakan bahwa ketentuan saat ini disusun dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat mengatur terkait perilaku tata cara penyediaan dan penyampaian informasi produk layanan di keuangan di media sosial dan lain-lain untuk memastikan masyarakat memperoleh informasi keuangan secara jelas, akurat, jujur dan tidak berpotensi menyesatkan untuk seluruh produk layanan keuangan di bawah keuangan OJK termasuk di dalamnya penyelenggara aset kripto.
(ayh/ayh)[Gambas:Video CNBC]