Perangi Saham Gorengan, DPR Target Minimum Floating Share Jadi 30%
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyoroti perihal pemberlakuan kebijakan floatings share atau jumlah saham beredar dalam rangka mendorong lebih banyak. Dia mempertanyakan regulasi dan dukungan politik apa yang dibutuhkan sehingga isu floating share (saham beredar) ini bisa diberikan DPR RI.
"Regulasi seperti apa yang dibutuhkan sehingga isu floating share ini bisa kita berikan dukungan politik yang memadai sehingga masyarakat makin banyak yang tertarik untuk berinvestasi di bursa saham karena saat ini bursa saham telah memberikan angin segar kepada banyak pihak untuk berinvestasi tentunya tidak bisa hanya dengan dalam jumlah yang terbatas," ujar Misbakhun dalam Kerja Komisi XI DPR dengan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, di Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (4/12/2025).
Untuk itu, lanjut Misbakhun, bagaimana floating saat ini akan diatur dan pada tingkat berapa. Meskipun saat ini pihaknya berharap bisa dinaikan menjadi 30%. Pasalnya, dengan 30 persen persediaan saham yang akan diperdagangkan ke masyarakat menjadi lebih banyak. Sementara aturan saat ini memiliki keterbatasan jumlah floating share nya.
"Intinya, kami ingin memberikan penguatan pada industri pasar modal kita. Tidak bisa dipungkiri Pasar modal memberikan sumbangsih yang kuat pada dukungan Emiten, serta Instrumen investasi bagi masyarakat luas. Oleh karenanya perlu diberikan regulasi lebih lanjut. Karena aturan yang ada saat ini memiliki keterbatasan tertentu mengenai jumlah saham yang diperdagangkan (floating share)," tambahnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyambut baik arahan tersebut. Dia menjelaskan, floating shares atau free float adalah saham perusahaan terbuka yang tersedia untuk diperdagangkan publik. Artinya saham itu tidak dimiliki oleh pemegang saham pengendali, komisaris, direksi, atau pihak terkait yang tidak memperdagangkannya secara reguler.
"Struktur free float Indonesia saat ini menurutnya masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Angkanya berada di kisaran 23%. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam perdagangan saham," paparnya.
Oleh karenanya, OJK memandang penguatan kebijakan ini sebagai langkah strategis. Hal ini diperlukan untuk pendalaman pasar modal. Pasar modal diharapkan tidak hanya tumbuh, tetapi juga semakin dalam dan berkualitas.
(haa/haa)