Internasional

Ramalan Baru Ekonomi China, Masih Moncer apa Sudah Redup?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Sabtu, 06/12/2025 19:00 WIB
Foto: REUTERS/Thomas Peter
Dafar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - China menutup tahun 2025 dengan kepercayaan diri yang jauh lebih besar di panggung global dibandingkan awal tahun. Mereka menjadi ekonomi utama pertama yang membalas tarif "Hari Pembebasan" AS dan semakin gencar menggunakan kartu logam tanah jarang (rare earths).

Perusahaan teknologi China juga berhasil mengatasi pembatasan cip AS dan merilis model kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) berbiaya rendah yang menyaingi tawaran AS yang jauh lebih mahal. Secara global, persepsi terhadap China pun membaik.


Namun, pertanyaan besar muncul: apakah ekonomi China secara keseluruhan memancarkan tingkat kepercayaan diri yang sama?

Para pemimpin tinggi China diperkirakan akan membahas rencana kebijakan untuk tahun 2026 pada acara tahunan Konferensi Kerja Ekonomi Pusat minggu depan. Konferensi ini diperkirakan akan menjadi penentu arah kebijakan ekonomi.

Berikut adalah tiga masalah utama yang dicermati para ekonom menjelang pertemuan penting tersebut:

1. Sektor Properti yang Kian Memburuk

Masalah real estat China memburuk dari berbagai sisi tahun ini, dengan fokus terbaru pada kesulitan keuangan raksasa properti Vanke.

Vanke, yang pernah menjadi salah satu pengembang terbesar berdasarkan penjualan dan merek lokal ikonik, kini berupaya menunda pembayaran obligasi domestik senilai 2 miliar yuan (sekitar Rp 4,6 triliun) yang jatuh tempo 15 Desember. Kabar ini mendorong S&P Global Ratings untuk menurunkan peringkat utang Vanke akhir pekan lalu.

"Kepercayaan pembeli rumah di China sudah cukup rapuh. Jika Vanke harus mencari pendanaan tertekan, hal itu kemungkinan akan memukul sentimen lebih jauh," kata Edward Chan, Direktur Corporate Ratings di S&P Global Ratings.

Menurut Chan, hal ini juga dapat menyeret penjualan properti secara nasional. Ia menambahkan bahwa rencana subsidi hipotek yang dilaporkan sedang dibahas kemungkinan tidak akan membalikkan penurunan penjualan properti.

Goldman Sachs mencatat bahwa penjualan rumah baru pada November turun 20% hingga 30% dibandingkan tahun lalu. "Menurut pandangan kami, kemungkinan sejumlah langkah pelonggaran properti lainnya akan diperkenalkan telah meningkat," kata analis Goldman Sachs.

2. Konsumsi Domestik yang Kurang Daya

Para pembuat kebijakan telah mengisyaratkan tekad yang lebih besar untuk mendorong konsumsi domestik setelah pertemuan perencanaan lima tahun pada akhir Oktober. Pekan lalu, enam kementerian bersama-sama merilis rencana besar untuk mengembangkan industri konsumen, mulai dari elektronik hingga peralatan olahraga.

Rencana tersebut menargetkan setidaknya tiga sektor harus bernilai 1 triliun yuan pada tahun 2027, dan 10 sektor lainnya mencapai 100 miliar yuan (Rp 235 triliun) pada periode yang sama. Namun, dokumen tersebut tidak merinci cara mencapainya.

"Pengaturan pendanaan dan detail implementasi masih kurang," kata analis Goldman Sachs, seraya mencatat penekanan yang jelas pada integrasi AI ke dalam pengembangan produk dan layanan konsumen.

"Secara keseluruhan, rencana ini sepenuhnya berfokus pada sisi penawaran," kata para analis, "dan kami terus percaya pertumbuhan konsumsi berkelanjutan akan membutuhkan dukungan kebijakan untuk penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan."

Kekhawatiran muncul dari rasio kredit macet (bad loan) rumah tangga di China yang mencapai 1,33% pada paruh pertama tahun ini, melebihi rasio korporasi yang menurun menjadi 1,2%. Ekonom senior Natixis, Gary Ng, mengatakan bahwa rumah tangga memiliki pilihan yang jauh lebih sedikit untuk restrukturisasi dibandingkan bisnis, terutama di tengah tekanan dari pasar real estat dan tenaga kerja yang berkelanjutan.

3. Ancaman Deflasi

Sejak pandemi, konsumen China menjadi semakin sadar harga, sementara perusahaan meningkatkan persaingan melalui pemotongan harga. Acara belanja terbesar tahunan di China, meskipun dengan promosi yang diperpanjang dari awal Oktober hingga pertengahan November, melihat pertumbuhan penjualan melambat menjadi 14,2% dari 26,6% tahun lalu.

Tingkat inflasi utama (headline inflation) telah berada di dekat nol dalam beberapa bulan terakhir. Namun, kenaikan 1,2% yang jauh lebih besar pada Indeks Harga Konsumen (IHK) "inti" (core CPI), yang tidak termasuk harga makanan dan energi, juga tidak terlalu meyakinkan.

Kepala Ekonom China Nomura, Ting Lu, memperkirakan bahwa kira-kira seperempat dari kenaikan inflasi IHK inti tersebut berasal dari lonjakan harga emas. Jika kenaikan harga emas dikeluarkan, IHK inti hanya 0,9% pada Oktober. Lu memperkirakan Beijing akan meningkatkan dukungan kebijakan pada musim semi untuk memulai rencana lima tahun mendatang dengan awal yang kokoh.

China dijadwalkan merilis data inflasi November pada 10 Desember, diikuti oleh penjualan ritel, produksi industri, dan angka investasi pada 15 Desember.


(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Surplus Dagang 66 Bulan Beruntun, IHSG Sideways-Rupiah Lesu