Utang Pemerintah RI Capai Rp 9.408 T, Rasio 40,30% dari PDB

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 01/12/2025 06:30 WIB
Foto: Suasana Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, Rabu (10/1/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan, posisi utang pemerintah per akhir Kuartal III-2025 senilai Rp 9.408,64 triliun.

Nominal utang itu naik sekitar 2,95% dibanding posisi pada akhir kuartal II-2025 yang nilainya sebesar Rp 9.138,05 triliun.


Sementara itu, dari sisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), per akhir kuartal III-2025 telah mencapai 40,30%, meningkat dibanding kuartal II-2025 yang sebesar 39,86%.

"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," dikutip dari website DJPPR, Senin (1/12/2025).

Komposisi utang pemerintah yang senilai Rp9.408,64 triliun itu terdiri dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara Rp 8.187,55 triliun. Sedangkan yang berasal dari pinjaman Rp 1.221,09 triliun.

Utang yang berasal dari penerbitan SBN itu pun melonjak sekitar 2,59% dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp 7.980,87 triliun. Sedangkan pinjaman naik sekitar 6,45% dari sebelumnya Rp 1.147,95 triliun.

"Komposisi utang Pemerintah mayoritas berupa instrumen SBN yang mencapai 87,02%," tulis DJPPR dalam laporan utang pemerintah terbaru.

Sebagai informasi, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto sebelumnya telah memastikan, laporan posisi utang pemerintah pusat akan kembali terbit secara berkala.

Namun, ia menekankan, penerbitan data utang ke publik akan mulai dirilis pemerintah ke depannya dalam periode per kuartal atau tiga bulanan, tak lagi per bulan seperti tahun-tahun sebelum 2025.

Alasannya untuk memastikan statistik utang sesuai dengan ukuran PDB nasional, yang rilisnya setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga tidak lagi didasari pada asumsi PDB untuk menghitung rasio utang terhadap PDB atau debt to GDP ratio.

"Supaya statistiknya lebih kredibel, agar rasio itu tidak berdasarkan asumsi, tapi berdasarkan realisasi nanti debt to GDP ratio setiap 3 bulan," ungkap Suminto.


(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jelang Rilis PDB, IHSG Melemah & Rupiah Sentuh Rp16.720 per USD