MARKET DATA

Rupiah Dibuka Melemah, Dolar AS Naik ke Rp16.700

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
24 November 2025 09:10
Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan awal pekan ini.

Merujuk data Refinitiv, rupiah Garuda melemah tipis 0,06% atau naik ke posisi Rp16.700/US$ pada pembukaan perdagangan hari ini, Senin (24/11/2025). Setelah di perdagangan sebelumnya, Jumat (24/11/2025) rupiah berhasil menguat 0,21% hingga ditutup di level Rp16.690/US$.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.00 WIB terpantau tengah mengalami penguatan tipis 0,0,4% atau bertengger di posisi 100,224.

Pergerakan rupiah di awal pekan ini, Senin (24/11/2025) tampaknya masih akan dipengaruhi oleh sentimen dalam maupun luar negeri.

Dari dalam negeri, rupiah masih mendapatkan dorongan positif dari keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menahan laju pemangkasan suku bunga acuannya. BI mempertahankan BI Rate di level 4,75% bersama dengan suku bunga deposit facility di 3,75% dan lending facility di 5,50%.

Sikap ini memberikan sinyal kuat bahwa stabilitas rupiah tetap menjadi prioritas utama, terutama di tengah dinamika global yang masih cukup rentan terhadap ketidakpastian. 

Keputusan mempertahankan suku bunga tersebut juga memberikan kepastian kebijakan bagi pelaku pasar, menjaga daya tarik imbal hasil domestik, serta membantu meredam potensi arus modal keluar. Selain itu, langkah BI selaras dengan proyeksi inflasi 2025-2026 yang diperkirakan tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5% plus minus 1%, sehingga otoritas moneter memiliki ruang untuk menjaga stabilitas tanpa menimbulkan tekanan tambahan pada rupiah.

Dari luar negeri, rupiah masih dibayangi oleh meningkatnya ketidakpastian jelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember, yang menjadi agenda penentuan suku bunga acuan terakhir The Federal Reserve (The Fed) pada tahun ini.

Volatilitas pasar global kembali meningkat seiring perbedaan pandangan yang cukup tajam antar pejabat The Fed mengenai arah pemangkasan suku bunga berikutnya. Setiap komentar yang dirilis ke publik kerap memicu fluktuasi signifikan di pasar keuangan, termasuk terhadap pergerakan dolar AS dan mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Data terbaru dari CME FedWatch per 22 November menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed pada pertemuan Desember melonjak menjadi 71%, jauh lebih tinggi dibanding sehari sebelumnya yang hanya sekitar 30% setelah publikasi notulen FOMC mengungkap bahwa sejumlah anggota sempat menolak penurunan suku bunga pada Oktober.

Namun, ekspektasi pelonggaran kembali menguat tajam setelah Presiden Fed New York, John Williams, menyatakan bahwa masih terdapat ruang bagi The Fed untuk menyesuaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat.

Williams menekankan bahwa tekanan inflasi akibat tarif impor diperkirakan hanya bersifat sementara dan kemungkinan akan mereda pada paruh pertama tahun depan. Ia juga menilai inflasi akan kembali menuju level target 2% pada 2027.

(evw/evw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Menutup Pekan Naik Tipis, Dolar AS Turun ke Rp16.625


Most Popular