Bos Temasek Ungkap Ketakutan Soal Pelemahan Dolar AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Temasek, perusahaan investasi milik negara Singapura, telah memperingatkan bahwa melemahnya dolar AS membuat aset-aset Amerika kurang menarik bagi investor internasional.
Mengutip Financial Times, Dilhan Pillay mengatakan bahwa Temasek, yang mengelola S$434 miliar atau sekitar Rp5.574,82 triliun secara global, telah meningkatkan lindung nilai dolarnya tahun ini sebagai respons terhadap pelemahan dolar dibandingkan dengan mata uang lainnya. Namun, ia memperingatkan bahwa biayanya menjadi sangat mahal.
"Orang Tiongkok melakukan lindung nilai, orang Eropa melakukan lindung nilai... sekarang sudah sampai pada titik di mana biaya lindung nilai Temasek menjadi terlalu besar, sehingga Temasek harus memikirkan lindung nilai alami," kata Pillay, berbicara di sebuah forum di Singapura pada hari Rabu, dikutip Kamis (20/11/2025).
"Apa itu lindung nilai alami? Artinya saya harus mencari hal-hal yang memberi saya imbal hasil bersih yang saya harapkan untuk risiko yang terkait. Jadi, beberapa aset berdenominasi dolar AS tidak akan memberi saya imbal hasil bersih yang akan membenarkan alokasi modal saya di sana."
Adapun dolar AS melemah tajam di awal tahun dibandingkan dengan mata uang lain seperti poundsterling, euro, dan dolar Singapura. Hal ini menjadi respons terhadap paket tarif impor Presiden Donald Trump terhadap mitra dagang global. Sejak saat itu, dolar AS telah memangkas sebagian kerugiannya.
Seperti diketahui, Temasek diluncurkan 51 tahun yang lalu oleh Singapura dengan mandat mengelola saham pemerintah
di perusahaan-perusahaan domestik. Di antara kepemilikan terbesar Temasek adalah perusahaan-perusahaan AS seperti Amazon, BlackRock, Mastercard, Nvidia, dan Visa.
Perusahaan tersebut memiliki 24% portofolionya yang terekspos ke Amerika, naik dari 18% pada tahun 2020. Hal itu terungkap dalam laporan tahunan terbarunya yang dirilis pada bulan Juli.
Sementara itu, 37% portofolionya terekspos ke dolar AS, naik dari 31% lima tahun lalu.
"Pelemahan dolar AS bagi investor non-dolar AS merupakan masalah besar," kata Pillay.
"Dan itu, saya pikir, akan berdampak pada pasar modal."
Investor global telah merespons volatilitas dolar AS dengan melakukan lindung nilai terhadap eksposur mereka, yang mengakibatkan biaya yang lebih tinggi. Menurut para analis, peningkatan aktivitas lindung nilai telah memicu sebagian aksi jual dolar.
Banyak investor asing telah siap menanggung dampak kenaikan biaya lindung nilai karena mereka ingin mempertahankan eksposur mereka terhadap saham-saham kecerdasan buatan, meskipun ada kekhawatiran yang meningkat atas tingginya valuasi perusahaan-perusahaan di sektor ini.
"Saya cenderung setuju bahwa jika Anda melihat pasar publik, pasti ada risiko di sana," kata Pillay.
"Kita bisa menyebutnya gelembung valuasi."
(fsd/fsd)