Rugi MAPB Bengkak Jadi Rp108 M, Starbucks Sudah Ditinggal Warga RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pengelola Starbucks Indonesia PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) mencatat kenaikan 37,36% pada rugi bersih sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.
Melansir laporan keuangan terbaru rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada entitas induk MAPB tercatat sebesar Rp108,69 miliar. Angka ini naik dari periode sama tahun lalu sebesar Rp79,13 miliar.
Penurunan laba ini seiring dengan penjualannya yang juga turun 2,84% yoy. Diketahui, penjualan pengelola Krispy Kreme hingga Subway ini turun dari Rp2,42 triliun menjadi Rp2,35 triliun.
Penjualan ini dikontribusi oleh penjualan minimuman sebesar Rp1,31 triliun, makanan Rp910,79 miliar dan lain-lain sebesar Rp127,06 miliar.
Kendati turunnya pendapatan laba MAPB terbantu dengan beban pokok yang membaik. Diketahui, beban pokok penjualannya tercatat turun dari Rp736,67 miliar menjadi Rp719,56 miliar.
Dari segi permodalan, aset MAPB tercatat sebanyak Rp2,8 triliun per September 2025. Adapun ekuitas dan liabilitasnya masing-masing tercatat sebesar Rp1,44 triliun dan Rp1,36 triliun.
Starbucks Ditinggal Warga RI?
Kondisi suboptimal jaringan pengelola gerai kopi Starbucks di Indonesia terlihat dari sejumlah indikator termasuk pendapatan yang diterima di muka. Starbucks mengklasifikasikan akun tersebut sebagai saldo yang terdapat pada kartu Starbucks (Starbucks Card) yang belum digunakan oleh pelanggan.
Tercatat saldo Starbucks Card yang belum digunakan besarannya turun nyaris 9% dari Rp91,9 miliar menjadi Rp83,94 miliar. Hal ini dapat memberikan sentimen bahwa sejumlah masyarakat Indonesia memilih untuk tidak lagi menambah dananya ke dalam kartu tersebut.
Sebelumnya, perseroan tak menyangkal pihaknya menghadapi tantangan besar, bukan karena operasional, tapi karena adanya narasi negatif terkait boikot.
"Beredar narasi yang salah yang mengaitkan Starbucks dengan konflik di Israel. Kami tegaskan, Starbucks tidak memiliki gerai, karyawan, ataupun kegiatan operasional di Israel, dan memang sudah tidak ada sejak tahun 2008," sebagaimana diungkap dalam hasil Public Expose di Keterbukaan informasi BEI.
Perseroan menambahkan, dampak dari informasi yang salah itu sangat terasa, dimana karyawannya yang berjumlah sekitar 7.500 orang, termasuk keluarga mereka bahkan anak-anak mereka, mengalami tekanan dan pertanyaan hanya karna memakai logo Starbucks atau menggunakan produknya.
"Pada nyatanya, Starbucks memberikan kontribusi besar untuk Indonesia. Kami adalah pengguna terbesar kopi Arabika asal Indonesia di seluruh dunia, membawa kopi Indonesia ke konsumen di berbagai negara. Melalui bisnis kami, kami mendukung lebih dari 100.000 orang, termasuk petani, pemasok, kontraktor, pemilik gedung, dan tentu saja para karyawan kami," kata dia.
Perseroan menegaskan, sejak tahun lalu, Starbucks secara resmi sudah dihapus dari daftar boikot. Sejak saat itu, sentimen dinilai mulai membaik, namun proses pemulihan masih berjalan.
Atas kondisi tersebut, Starbucks menutup 11 gerainya. Selain itu, perseroan juga mengerem ekspansi gerainya menjadi 10-15 gerai per tahun, padahal sebelumnya pembukaan gerai bisa mencapai 10-15 per tahun.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada yang Harganya Melesat 159%, BEI Pelototi 2 Saham Ini