Mengenal MSCI, Lembaga Asing yang Bikin Pasar Saham RI Ketar Ketir

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Kamis, 30/10/2025 09:10 WIB
Foto: MSCI

Jakarta, CNBC Indonesia - Morgan Stanley Capital International (MSCI) dikabarkan akan melakukan penyesuaian jumlah float. Lantas, siapa sebenarnya MSCI yang berhasil membuat pasar saham di Indonesia ambrol beberapa waktu lalu?

Diketahui, saat isu ini keluar, IHSG langsung bereaksi dan sempat amblas hampir 4% pada perdagangan Senin (27/10/2025). Pasalnya, langkah ini disinyalir bakal membuat saham-saham konglomerat yang selama ini menjadi penopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dirugikan.


MSCI sendiri sedang mencari masukan dari para pelaku pasar mengenai rencana penggunaan laporan kepemilikan efek bulanan yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai data tambahan untuk memperkirakan jumlah saham beredar bebas (free float) untuk saham di Indonesia. KSEI mempertimbangkan bahwa kepemilikan oleh korporasi dan lainnya (baik domestik dan asing) dikecualikan dari perhitungan free float.

Selain itu, MSCI juga berencana menggunakan free float terendah antara data KSEI tersebut dengan laporan emiten. Keputusan akan diumumkan maksimal pada 30 Januari 2026. MSCI sendiri mengusulkan dua pendekatan baru, dan akan memilih yang lebih rendah nilainya (lebih konservatif).

Pendekatan pertama, berdasarkan data kepemilikan yang diungkapkan oleh perusahaan (laporan tahunan, pengajuan resmi, dan siaran pers), serta data dari KSEI. Dalam pendekatan ini, saham-saham yang tercatat sebagai Script (tidak jelas kepemilikannya di data KSEI), dan dimiliki oleh korporasi atau kategori lainnya, akan dianggap bukan free float.

Pendekatan kedua, menggunakan data KSEI dengan menganggap hanya saham Script dan saham milik korporasi sebagai non-free float. MSCI rencananya akan mulai menggunakan metode baru ini pada Mei 2026. Selain itu, MSCI juga akan mengubah cara mereka membulatkan angka free float:

• High float (>25%) dibulatkan ke kelipatan 2,5% terdekat
• Low float (5-25%) dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat
• Very low float (<5%) juga dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat

Dampaknya bagi Indonesia, karena banyak perusahaan Indonesia memiliki kepemilikan besar oleh korporasi atau kelompok tertentu (bukan publik), aturan baru ini bisa menurunkan nilai free float mereka. Akibatnya, porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI bisa turun, yang berpotensi menyebabkan arus keluar modal asing (capital outflow).

Selain itu, selama ini beberapa saham Indonesia diuntungkan dari aturan pembulatan lama, sehingga jika aturan baru diterapkan, mereka bisa kehilangan posisi di indeks. Adapun saham-saham yang paling berisiko dikeluarkan dari indeks (urut dari risiko tertinggi) yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Dua Lembaga Dunia Paling Berpengaruh di Pasar Saham

Dalam ranah global, ada dua lembaga utama yang sering melakukan rebalancing dan cukup dinanti-nanti oleh pelaku pasar, yaitu FTSE (Financial Times Stock Exchange) dan MSCI (Morgan Stanley Capital International). Dua indeks ini menjadi perhatian investor asing untuk investasi di negara-negara tertentu, baik itu negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.

Setiap kali jadwal rebalancing MSCI mendekat, fund manager asing, investor ritel pun ikut menyoroti pengumuman tersebut. Pasalnya, Indeks MSCI seperti MSCI Emerging Markets, MSCI Asia ex-Japan, atau MSCI Indonesia, dijadikan patokan oleh investor global dalam mengalokasikan dana ke negara-negara berkembang.

Arus dana besar bisa masuk ke saham yang baru ditambahkan, sementara saham yang dikeluarkan cenderung dibuang oleh investor institusi.

Tak jarang, saham yang diumumkan akan masuk ke dalam indeks MSCI langsung melonjak karena permintaan mendadak. Sebaliknya, saham yang didepak dari daftar MSCI bisa turun tajam karena tekanan jual. Fenomena ini dikenal sebagai MSCI effect, dan sering dimanfaatkan investor sebagai peluang jangka pendek.

Tak hanya dana pasif, bahkan manajer investasi aktif sekalipun turut menjadikan MSCI sebagai referensi. Rebalancing menjadi momen krusial untuk mengevaluasi strategi alokasi aset, terutama bagi dana kelolaan besar.

Namun, momentum pengumuman MSCI sering dimanfaatkan pelaku pasar untuk berspekulasi terhadap saham-saham yang berpotensi masuk. Ini menciptakan volatilitas jangka pendek yang bisa dimanfaatkan oleh trader aktif.

Adapun beberapa keuntungan yang didapatkan jika suatu saham bisa masuk sebagai konstituen indeks FTSE maupun MSCI:

1. Meningkatkan minat investor asing maupun lokal yang mau masuk ke suatu saham konstituen MSCI/FTSE Likuiditas saham bisa meningkat karena lebih banyak diperdagangkan oleh berbagai institusi.

2. Masuknya saham ke indeks juga sering memicu kenaikan volatilitas harga, yang bisa menciptakan peluang menarik bagi para trader untuk memanfaatkan momentum jangka pendek.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Ditutup Melemah, Tinggalkan Level 8.100