Breaking, IHSG Anjlok 1% Lebih Gegara Ancaman Trump ke China

fsd, CNBC Indonesia
Senin, 13/10/2025 09:03 WIB
Foto: Pergerakan indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona merah pagi ini, Senin (13/10/2025). Indeks turun 1,07% atau melemah 88,21 poin ke level 8.169,65 atau koreksi signifikan dari perdagangan akhir pekan lalu kala IHSG membukukan rekor harga penutupan tertinggi (all time high/ATH).

Sebanyak 69 saham naik, 237 turun, dan 237 tidak bergerak. Nilai transaksi pagi ini mencapai Rp 528 miliar, melibatkan 649 juta saham dalam 80.190 kali transaksi.

Sesaat setelah dibuka, indeks merosot semakin dalam dan sempat merosot 1,24%, namun berbalik pangkas koreksi beberapa menit kemudian.

Saham-saham bank dan emiten blue chip kompak mengalami koreksi, sementara emiten tambang emas melesat.




Pasar keuangan cukup volatil pada hari ini setelah "badai" dari bursa AS pada akhir pekan lalu. Memanasnya hubungan China dan AS menjadi salah satu faktor ambruknya bursa saham.

Pekan ini, sejumlah data penting dari China juga akan dirilis. Pasar juga menunggu pidato Ketua The Fed Jerome Powell

Satu kalimat dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah cukup untuk mengguncang pasar keuangan dunia. Melalui unggahan di Truth Social, Trump menyatakan niat untuk menaikkan tarif impor terhadap seluruh produk asal China hingga 100%.

Pasar global sontak panik, dan hanya dalam waktu 24 jam, kapitalisasi pasar Wall Street menyusut lebih dari Rp33.000 triliun, menjadikannya salah satu koreksi terbesar tahun ini.

Sentimen yang semula membaik setelah perundingan dagang AS-China kini kembali muram, menambah ketidakpastian terhadap arah ekonomi global yang belum benar-benar stabil setelah era suku bunga tinggi.

Reaksi berantai langsung terjadi di pasar saham global. Indeks Nasdaq jatuh 3,56%, S&P 500 terkoreksi 2,71%, dan Dow Jones merosot hampir 2%. Saham-saham teknologi menjadi tumbal paling dalam Nvidia rontok 5%, AMD 8%, Apple 3%, dan Tesla 5%. Sementara itu, dari Beijing, pemerintah China tak tinggal diam.

Dalam perkembangan terbaru, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif 100% untuk barang-barang impor dari China yang masuk ke negaranya mulai 1 November 2025. Langkah ini diambil sebagai respons atas China yang memperketat ekspor logam tanah jarang (LTJ).

China memproduksi lebih dari 90% logam tanah jarang dan magnet tanah jarang olahan dunia. Banyak di antaranya merupakan material vital dalam berbagai produk, mulai dari kendaraan listrik hingga mesin pesawat terbang dan radar militer.

Negeri Tirai Bambu memperketat izin ekspor logam tanah jarang (rare earths), komponen vital bagi industri kendaraan listrik dan pertahanan, yang secara simbolik menjadi langkah balasan terhadap Washington.

Pagi ini, saham-saham di kawasan Asia Pasifik kompak melemah.

Indeks saham acuan Australia ASX/S&P 200 turun 0,68%. Kospi Korea Selatan anjlok 2,35%, dan Kosdaq berkapitalisasi kecil turun 2,24%. Adapun, pasar ssaham Jepang tutup karena liburan.

Kontrak berjangka untuk Indeks Hang Seng Hong Kong diperdagangkan lebih rendah di 24.968, dibandingkan penutupan indeks sebelumnya di level 26.290,32.

Dalam sebuah unggahan di Truth Social pada hari Minggu, Trump mengisyaratkan kepada para investor bahwa dirinya mungkin tidak akan menindaklanjuti ancamannya untuk mengenakan "kenaikan tarif besar-besaran" terhadap Tiongkok.

Sebelumnya komentar pada hari Jumat soal tarif membuat saham-saham anjlok tajam hingga melenyapkan nilai pasar sebesar US$ 2 triliun.

"Jangan khawatir tentang Tiongkok, semuanya akan baik-baik saja! Presiden Xi yang sangat dihormati baru saja mengalami masa sulit. Dia tidak menginginkan Depresi Besar menimpa negaranya, begitu pula saya," tulis Trump. "AS ingin membantu Tiongkok, bukan merugikannya."

Selanjutnya, semua mata kini tertuju pada Amerika Serikat. Chairman The Fed, Jerome Powell, dijadwalkan menyampaikan pidato pada Selasa (14/10/2025) waktu setempat di hadapan Economic Club of Washington.

Powell akan berbicara dengan topik Economic Outlook and Monetary Policy di National Association for Business Economics (NABE) Annual Meeting, Philadelphia.

Pernyataannya akan menjadi ujian penting bagi ekspektasi pasar setelah The Fed memangkas suku bunga acuan 25 basis poin bulan lalu ke kisaran 4,00-4,25%. Investor global akan menunggu apakah Powell akan menegaskan sikap hati-hati, atau justru membuka ruang pelonggaran lanjutan.

Nada yang lebih agresif ke arah pemangkasan bisa menenangkan pasar negara berkembang, namun jika Powell menegaskan bahwa inflasi masih terlalu tinggi untuk dilonggarkan, dolar berpeluang menguat lebih jauh-dan tekanan terhadap rupiah bisa berlanjut.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI Rate Terus Turun, Investor Pantau Efeknya ke Ekonomi RI