Utang AS Bengkak, Ray Dalio Peringatkan Bahaya Ini

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Jumat, 03/10/2025 15:50 WIB
Foto: Ray Dalio. Dok: CNBC Internasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Konglomerat Ray Dalio yang juga menjabat sebagai Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) memperingatkan terhadap bahaya utang Amerika Serikat (AS) yang makin membengkak.

Diketahui, per September 2025, utang nasional AS mencapai lebih dari US$37,86 triliun. Besaran utang tersebut mencapai angka tertinggi sepanjang masa. Meskipun AS selalu menanggung utang dalam jumlah yang cukup besar, angka tersebut telah membengkak secara eksponensial sejak tahun 2020.

Menurutnya, peringatan bahaya pada ekonomi negara Paman Sam tersebut bukan hanya soal utang yang menggunung. Melainkan pada implikasi lainnya seperti inflasi, suku bunga, dan lantai bursa. Bahkan Ray Dalio menyebut bahwa AS sedang dalam perjalanan menuju serangan jantung dalam tiga tahun ke depan.


Mengutip yahoofinance, Ray Dalio memaparkan, alarm peringatan berdasarkan sejumlah aspek. Jika mengacu pada era pandemi Covid-19 lalu, AS telah mengeluarkan kebijakan stimulus, dan perluasan tunjangan pengangguran, hal itu menambah utang senilai triliunan dolar.

Sayangnya, lonjakan pengeluaran tersebut bertepatan dengan siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve antara tahun 2022 dan 2024. Hal ini membuat pemerintah harus meminjam uang lebih mahal, sehingga pembayaran bunga utang kini menjadi salah satu pos yang paling cepat berkembang dalam anggaran.

Terburuknya, defisit nasional AS juga perlu dipertimbangkan. Defisit ini menunjukkan seberapa besar pengeluaran negara dibandingkan pemasukannya. Apalagi, pada tahun ini, pemerintah memperkirakan defisit sebesar US$1,97 triliun. Hal ini menempatkan rasio utang terhadap PDB Amerika dalam kondisi yang mengerikan.

Ray Dalio telah membunyikan alarm tentang masalah utang Amerika yang tidak berkelanjutan selama beberapa tahun terakhir. Dan dengan beban utang yang semakin berat dan biaya bunga yang semakin tidak terkendali, Dalio menjadi lebih vokal daripada sebelumnya selama beberapa minggu terakhir.

Kecemasannya berfokus pada pertumbuhan utang melebihi pertumbuhan pendapatan. Sebab, kata Dalio, AS membelanjakan uangnya di luar kemampuannya. Ketika utang meningkat lebih cepat daripada PDB, pasar cenderung kehilangan kepercayaan kepada siapa mereka meminjamkan uang.

Dalio juga telah berulang kali membandingkan Amerika dengan kerajaan-kerajaan yang gagal di masa lalu yang mulai terlalu bergantung pada pinjaman ketika tembok-tembok di sekelilingnya mulai runtuh.

Menurutnya, ketergantungan yang berlebihan itu dapat menyebabkan spiral utang. Skenario ini akan membuat pemerintah meminjam lebih banyak lagi untuk mencoba melunasi bunga utang yang ada. Apalagi, pemerintah AS secara efektif mencoba membiayai pinjamannya dengan mencetak lebih banyak uang, inflasi akan terus meningkat.

"Dalam siklus utang klasik, Anda pasti mencapai titik di mana Anda harus meminjam untuk membayar utang. Hal ini dapat menyebabkan spiral utang dan serangan jantung ekonomi," ujarnya melalui akun X, dikutip Jumat (3/10).

Kekhawatiran Dalio juga merembet pada pelemahan status dolar AS dan mengirimkan efek riak ke seluruh pasar global. Jika investor internasional kehilangan kepercayaan terhadap Departemen Keuangan AS, dikhawatirkan mereka akan berbondong-bondong pindah ke saingan global seperti Cina. Hal ini menempatkan Amerika pada posisi yang tidak menguntungkan dalam kapasitas lain.

"Anda melihat ancaman terhadap tatanan moneter," kata Dalio saat berbicara di Forum Global Future China di Singapura pada akhir September.

Bahkan, Ray Dalio menyarankan para investor untuk meninggalkan dolar dan mulai melakukan diversifikasi.

Ia mengungkapkan, jangan terlalu panik menanggapi hal ini. Meskipun Wall Street jelas mengalami kecemasan atas utang Amerika yang semakin menumpuk, tetapi tidak semua orang setuju bahwa Amerika sedang menatap krisis keuangan yang parah. Hanya saja, para investor harus melakukan diversifikasi.

Obligasi AS yang selalu dianggap sebagai investasi paling aman, jika semua masalah utang ini terus mendorong imbal hasil, harga akan jatuh. Artinya, semua orang yang terlalu banyak berinvestasi pada obligasi akan mengalami kerugian besar.

"Itulah mengapa ada baiknya Anda melihat aset pendapatan tetap lainnya seperti perusahaan-perusahaan kelas investasi dan obligasi pemerintah. Anda bahkan mungkin ingin melihat obligasi asing yang diterbitkan oleh pemerintah yang memiliki kondisi keuangan yang lebih baik daripada AS," sebutnya.

Di sisi lain, Ia menyarankan untuk memiliki emas yang secara luas dianggap tahan inflasi, dan umumnya berkinerja sangat baik selama periode tekanan fiskal. Selain itu, komoditas juga merupakan cara cerdas untuk menciptakan penyangga keuangan ketika mata uang fiat melemah.

Terakhir, tetaplah gesit dan pikirkan likuiditas. Saat inflasi mulai menggerogoti nilai jangka panjang, penting untuk memiliki fleksibilitas. Di situlah rekening tabungan dengan imbal hasil tinggi atau sertifikat deposito (CD) jangka menengah bisa sangat berguna. Ini adalah tempat yang tepat untuk menyimpan uang tunai dan mendapatkan sedikit pendapatan pasif selama beberapa bulan tanpa harus terikat pada obligasi dengan jangka waktu yang panjang.

Sebagai informasi, Ray Dalio ditunjuk sebagai dewan penasihat BPI Danantara sejak 24 Maret 2025 yang bersamaan dengan pengumuman struktur lengkap pengurus Danantara. Ray Dalio adalah salah satu sosok yang sering diusung oleh Presiden Prabowo Subianto lantaran kiprah panjangnya di dunia keuangan dan investasi.

Ray Dalio adalah seorang investor global yang memiliki pengalaman panjang dan banyak berinteraksi dengan lembaga sovereign wealth fund (SWF) di berbagai negara lainnya.

Mengutip Forbes, kekayaan bersih Ray Dalio mencapai sekitar US$ 14 miliar atau setara Rp 228 triliun. Ia pun menduduki peringkat 171 sebagai orang terkaya dunia.


(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Arah IHSG & Rupiah Hadapi Isu Independensi BI - Shutdown AS