Reli Pasar Saham Tak Melulu Bangkitkan Ekonomi, Buktinya Ada di China

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
03 October 2025 12:50
Tampilan layar yang menampilkan harga saham rata-rata di Bank of Taiwan Securities di Taipei, Taiwan, 7 April 2025. REUTERS/Ann Wang
Foto: REUTERS/Ann Wang

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 24 September tahun lalu, otoritas China meluncurkan kebijakan yang mendorong reli pasar saham dan dikenal dengan sebutan "9/24". Bank sentral memangkas suku bunga serta cadangan wajib bank, dan memberi ruang lebih besar bagi perusahaan untuk buyback saham maupun investor institusional untuk memanfaatkan leverage.

Pasar segera merespons positif langkah tersebut. Bahkan seorang manajer hedge fund asal Amerika kala itu menyarankan investor untuk membeli "segala sesuatu".
Setahun berselang, Indeks Shanghai Composite melonjak sekitar 40%. Pada tahap awal, kenaikan ditopang janji stimulus fiskal serta antusiasme terhadap perkembangan kecerdasan buatan dalam negeri.

The Economist mencatat, reli kemudian mendapat tambahan tenaga dari kebijakan pemerintah yang menekan perang harga antar perusahaan. Pada bulan lalu, indeks berhasil menembus 3.800 untuk pertama kalinya dalam satu dekade.

Tujuan pemerintah bukan sekadar membangkitkan pasar saham, tetapi juga memulihkan perekonomian. Namun, hingga kini kondisi ekonomi tetap enggan merespons meski harga saham terus naik.

Harga saham tinggi memang meningkatkan kekayaan di atas kertas dan dapat menambah rasa percaya diri investor. Akan tetapi, efek ini tidak berhasil mendorong konsumsi rumah tangga secara signifikan.

Kepercayaan konsumen masih rendah setelah pandemi dan belanja masyarakat tetap mengecewakan. Penjualan ritel pada Agustus hanya tumbuh 3,4% secara tahunan sebelum memperhitungkan inflasi.

Sejak kebijakan 9/24 berlaku, jumlah rekening saham baru di Shanghai diperkirakan melampaui 30 juta hingga akhir September. Banyak analis menyebut terjadi pergeseran besar dari simpanan bank menuju pasar saham.

Namun, optimisme pasar belum menular pada investasi korporasi. Hong Kong menikmati lonjakan IPO, sementara pencatatan saham baru di bursa daratan China justru melemah.

Regulator memperketat standar pencatatan sejak April 2024 setelah gejolak pasar di awal tahun yang menyingkirkan Yi Huiman dari jabatannya. Kebijakan ini memang memperkuat hak investor dan menjaga momentum, tetapi juga menyulitkan perusahaan mengakses modal ekuitas.

Akibatnya, hanya 1% dari total dana yang dihimpun korporasi non-keuangan hingga Agustus berasal dari pasar saham. Bahkan, investasi aset tetap tercatat turun lebih dari 6% dalam setahun terakhir.

Pasar saham tetap berperan penting dalam perekonomian karena aktivitas broker, margin loan, dan bank investasi menyumbang pada PDB. Pada 2015, booming pasar saham sempat mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 16%.

Namun tahun ini, dampak serupa tidak terjadi. Sektor keuangan hanya tumbuh 4% secara nominal karena penurunan komisi broker dan lemahnya kinerja perbankan.

Reli saat ini juga memiliki kesamaan dengan gelembung 2015. Pembiayaan margin telah melampaui rekor sebelumnya, dan regulator mulai memperketat aturan serta mengawasi potensi penyalahgunaan pinjaman untuk membeli saham.

Pemerintah khawatir reli akan berubah menjadi gelembung berbahaya. Ketakutan ini bahkan dapat menunda langkah pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut dari bank sentral.

Di sisi lain, ekonomi tetap menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Ekspor berisiko melambat, sektor properti masih tertekan, dan pemulihan konsumsi belum terwujud.

Bank sentral sejatinya memicu reli pasar untuk mengangkat perekonomian. Namun kini muncul ironi, karena justru kekhawatiran atas dampak reli bisa lebih menyakiti ekonomi ketimbang membantu.

 


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Tunggu Data Perdagangan China, Bursa Asia Dibuka Bervariasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular