Komisi XI DPR Minta Free Float Saham Jadi 30%, Ini Kata BEI
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI mendorong otoritas pasar modal untuk menaikkan batasan minimum free float saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari yang selama ini di kisaran 7,5%-10% menjadi 30% untuk menjaga likuiditas di pasar modal.
Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengaku, BEI tengah mengkaji penyesuaian regulasi pencatatan saham, termasuk mengenai free float dengan tetap memperhatikan kondisi dari sisi perusahaan tercatat serta kemampuan investor.
"BEI senantiasa memperhatikan relevansi atas pengaturan yang dilakukan dengan kondisi dan dinamika di pasar modal, serta melakukan benchmarking mengenai praktik umum pengaturan yang dilakukan Bursa global," ujarnya kepada wartawan, Jumat (26/9).
Nyoman menyebut, seluruh pengaturan kebijakan pasar modal juga disusun dengan melewati proses dengar pendapat dengan pemangku kepentingan. Dengan demikian, setiap kebijakan mengenai free float juga harus dilihat dari dua sisi tersebut demi terciptanya keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik.
"Konsep penyesuaian akan kami publikasikan dalam waktu dekat untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan," sebutnya.
Terkait peningkatan free float bagi calon perusahaan tercatat, bursa berfokus tidak hanya kepada persyaratan free float saja, tapi juga dengan memperbanyak jumlah IPO skala besar yang akan mendukung secara langsung nilai total kapitalisasi free float di BEI.
"Saat ini BEI sedang melakukan kajian dengan tujuan mengetahui hambatan yang dialami oleh perusahaan skala besar untuk melakukan IPO, hasil dari kajian akan menjadi salah satu referensi dalam melakukan penyesuaian peraturan," jelasnya
Selain itu, BEI juga memiliki unit kerja khusus yang aktif melakukan pendampingan persiapan IPO terhadap perusahaan-perusahaan dengan skala besar baik swasta maupun BUMN dan subsidiaries dalam bentuk go public coaching clinic, one-on-one meeting atau networking event antara lembaga profesi penunjang pasar modal dan pengusaha.
Tujuannya, untuk memberikan penjelasan mengenai persyaratan untuk dapat tercatat di Bursa, membantu mempermudah akses perusahaan kepada pemangku kepentingan di pasar modal untuk membantu proses persiapan IPO perusahaan.
Di sisi lain, BEI juga menetapkan target IPO skala besar atau yang disebut sebagai lighthouse IPO. BEI mendefinisikan lighthouse IPO sebagai penawaran umum perdana saham dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15% atau nilai free float sebesar Rp700 miliar.
Lighthouse IPO harapannya dapat meningkatkan nilai kapitalisasi free float dan juga menarik likuiditas baru karena investor institusi yang ada baik domestik maupun asing umumnya menunggu kehadiran perusahaan berskala besar dan bereputasi tinggi untuk mencatatkan sahamnya di BEI.
Dengan masuknya perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi menghadirkan aliran dana ke pasar modal Indonesia, yang pada akhirnya dapat mendukung likuiditas sekaligus dapat menciptakan kestabilan bagi pasar modal.
Sepanjang tahun ini, telah tercatat 5 lighthouse IPO, yaitu RATU, CBDK, YUPI, CDIA, dan EMAS. Hal ini menjadi salah satu indikator penting dalam mendorong kehadiran IPO skala besar yang diharapkan mampu memperkuat struktur pasar serta meningkatkan daya tarik bagi investor.
Khusus kepada perusahaan tercatat yang sudah ada saat ini, BEI melakukan upaya untuk mendorong peningkatan free float, diantaranya, sosialisasi one on one dan seminar yang dilakukan secara rutin mengenai pentingnya pemenuhan free float dan opsi corporate/shareholder action yang dapat dilakukan untuk meningkatkan free float.
Lalu, pemantauan pemenuhan kewajiban Free Float secara periodik, dan pengenaan sanksi, pengenaan notasi khusus X dan penempatan di Papan Pemantauan bagi Perusahaan Tercatat dengan nilai Free Float kurang dari 5%, serta penyampaian reminder berkala mengenai kewajiban pelaporan informasi terkait free float.
(ayh/ayh)