Revisi UU BUMN, Pendapatan Komisaris & Direksi Jadi Sorotan Pemerintah

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Rabu, 24/09/2025 16:10 WIB
Foto: Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mewakili Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Komisi VI DPR RI, Selasa (23/9/2025). (Tangkapan layar)

Jakarta, CNBC Indonesia — Presiden Prabowo Subianto mengusulkan revisi Undang-Undang BUMN kepada DPR. Pembahasan pertama pemerintah dengan DPR telah dilaksanakan kemarin, Selasa (23/9/2025).

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi hadir dalam rapat bersama Komisi VI sebagai perwakilan pemerintah. Salah satu poin yang dia sampaikan adalah mengenai rasionalisasi pendapatan komisaris dan direksi perusahaan pelat merah. 

"Selain itu, akan ada rasionalisasi pendapatan baik untuk komisaris maupun direksi," ujar Prasetyo dalam rapat di DPR, dikutip Rabu (24/9/2025).


Pemerintah, kata Prasetyo juga akan menghapus pemberian tantiem atau insentif kinerja, serta memangkas jumlah komisaris di setiap BUMN.

Pembahasan lain untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pelat merah adalah rangkap jabatan di tubuh BUMN. "Semua diarahkan agar perusahaan negara lebih ramping, efisien, dan bisa memberi kontribusi nyata bagi perekonomian nasional," jelasnya.

Adapun salah satu isu krusial dalam rencana perubahan UU BUMN adalah status Kementerian BUMN setelah kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). 

UU tentang BUMN mengatur bahwa Menteri BUMN selaku wakil pemerintah pusat sebagai regulator bertugas untuk menetapkan kebijakan, mengatur, membina, mengkoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan kebijakan BUMN.

Sejak berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, menurut Prasetyo, peran Menteri BUMN dikukuhkan sebagai regulator dan wakil pemerintah dalam kepemilikan saham negara pada BUMN dan dalam pengelolaan BUMN.

"Perubahan kedudukan, status, dan kewenangan menteri yang mewakili pemerintah RI selaku pemegang saham pada BUMN dari Menteri Keuangan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan BUMN, menunjukkan bahwa kedudukan, status, dan kewenangan menteri selaku pemegang saham negara pada BUMN merupakan kebijakan hukum yang terbuka (open legal policiy)," kata Prasetyo.

Perihal kementerian atau lembaga pemerintah yang mana yang akan mengelola BUMN, menurut dia, merupakan kebijakan yang sangat ditentukan oleh politik hukum yang dipilih. Sehingga pilihan menjadikan Menteri BUMN atau lembaga pemerintah sebagai wakil pemerintah selaku pemegang saham seri A dwiwarna pada BUMN merupakan pilihan norma hukum yang diserahkan pada kebijakan presiden selaku pemegang kekuasaan keuangan negara.

Usai rapat, Prasetyo menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan nantinya Kementerian BUMN akan berubah status menjadi badan.

"Jadi ada kemungkinan kementeriannya mungkin mau kita turunkan statusnya menjadi Badan. Ada kemungkinan seperti itu," sebutnya.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Laba Bruto Waskita Karya Naik 14,4% (YoY)