Dolar AS Kian Perkasa, Rupiah Ditutup Melemah 0,52%
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (19/9/2025).
Dilansir dari Refinitiv, mata uang garuda harus mengakui kekuatan dolar AS dengan ditutup terdepresiasi 0,52% ke posisi Rp16.585/US$. Hal ini melanjutkan pelemahan rupiah yang telah terjadi sejak perdagangan kemarin, Kamis (18/9/2025) dimana rupiah melemah 0,46% ke level Rp16.500/US$.
Level rupiah saat ini sekaligus menjadikan posisi terlemah sejak 14 Mei 2025 atau dalam empat bulan terakhir.
Sementara itu, Indeks dolar AS (DXY) per pukul 15.00 WIB terpantau mengalami apresiasi sebesar 0,15% di level 97,493.
Rupiah melemah seiring dengan indeks dolar AS yang tengah menguat seiring dengan keputusan pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed).
Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menegaskan bahwa pelemahan rupiah kali ini lebih banyak dipicu oleh interpretasi pasar terhadap sikap The Fed ketimbang besaran pemangkasan suku bunga itu sendiri.
"Rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS pasca Federal Open Market Committee (FOMC) meeting bukan karena pemangkasan suku bunga AS itu sendiri, melainkan karena pesan keseluruhan dari rapatnya dianggap berhati-hati sehingga permintaan dolar kembali meningkat," jelas Josua.
Sementara itu, faktor dalam negeri dinilai turut menjadi penyebab melemahnya rupiah.
Rully Wisnubroto, Senior Ekonom Mirae Asset Sekuritas, menilai aliran modal asing keluar masih terjadi sejak adanya reshuffle kabinet, terutama pergantian Menteri Keuangan.
"Rupiah memang tertekan karena asing sampai kemarin masih terus keluar, sejak adanya instabilitas politik dan reshuffle, terutama pergantian Menkeu. Ada kekhawatiran terhadap independensi BI, karena cukup agresif melonggarkan kebijakan moneter," ungkapnya.
Kekhawatiran investor terhadap arah kebijakan ekonomi ke depan membuat rupiah semakin rentan terhadap volatilitas global. Sentimen politik ini memperlemah daya tarik aset rupiah, terutama ketika dikombinasikan dengan tren pelonggaran kebijakan moneter domestik.
(evw/evw)