Rupiah Koreksi 0,67%, Dolar AS Jadi Rp16.410

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
09 September 2025 09:03
Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (9/9/2025).

Melansir dari Refinitiv, mata uang garuda pada pembukaan perdagangan mengalami penurunan sebesar 0,67% di posisi Rp16.410/US$, kondisi ini berbalik setelah pada perdagangan kemarin, Senin (8/9/2025) rupiah berhasil ditutup perkasa hingga menguat 0,70% di level Rp16.300/US$. Menjadikannya penguatan terbesar harian rupiah sejak Mei 2025.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.00 WIB terpantau mengalami pelemahan sebesar 0,09% di level 97,66. Setelah pada perdagangan kemarin, DXY kembali ditutup melemah 0,32% di level 97,45.

Sebetulnya, pergerakan rupiah hari ini bisa mendapatkan angin segar dari berlanjutnya pelemahan indeks dolar AS sendiri, akibat ekspektasi besar dari pelaku pasar akan terjadinya pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan 16-17 September mendatang, sekaligus menandakan era pemangkasan suku bunga The Fed dimulai dan diharapkan dapat berlanjut hingga akhir tahun ini.

Namun, dari dalam negeri, sentimen pergantian menteri keuangan menjadi faktor penekan pergerakan rupiah pada perdagangan hari ini.

Presiden Prabowo resmi menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa menggantikan Sri Mulyani Indrawati, sosok yang selama ini dikenal piawai dalam menjaga fiskal dengan kredibilitas global yang ia miliki.

Menurut Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, pasar akan menguji kepemimpinan Purbaya pada dua aspek yakni kesinambungan kebijakan fiskal dan kualitas komunikasi publik. "Pasar sangat sensitif terhadap sinyal melemahnya disiplin fiskal. Hal itu sudah terlihat dari pelemahan rupiah dan gejolak saham sejak 2024 hingga awal 2025," ujarnya.

Josua menambahkan, dalam jangka pendek, pergantian ini bisa memicu peningkatan volatilitas di pasar keuangan Tanah Air termasuk rupiah, kenaikan yield SBN, serta tekanan di pasar saham, setidaknya sampai ada pernyataan tegas dari Menkeu baru. Target RAPBN 2026 dengan defisit 2,48% PDB, asumsi kurs Rp16.500/US$, dan yield SBN 6,9% hanya bisa tercapai jika disiplin fiskal tetap dijaga dan koordinasi erat dengan Bank Indonesia (BI) terjalin.

Dari sisi investor internasional, pergantian Sri Mulyani memunculkan tanda tanya. Jason Tuvey, Deputy Chief Emerging Markets di Capital Economics, London, menilai ada risiko Presiden Prabowo melonggarkan aturan fiskal dan menekan BI untuk lebih mendukung program pemerintah. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran investor terhadap arah kebijakan keuangan Indonesia.


(evw/evw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Menguat Tajam, Nilai Tukar Dolar AS Turun Jadi Rp16.385

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular