
Tarif Trump Jadi Momok, Harga Minyak Dunia Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia terkoreksi tipis pada perdagangan Jumat (1/8/2025), di tengah tarik-menarik antara kekhawatiran pelemahan permintaan akibat tarif baru Amerika Serikat (AS) dan potensi gangguan pasokan dari Rusia.
Mengacu data Refinitiv pukul 09:35 WIB, harga minyak Brent (LCOc1) berada di US$71,62 per barel, turun dari hari sebelumnya di US$72,53. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) juga melemah ke US$69,17 per barel dari US$69,26.
Meski begitu, jika dihitung secara mingguan, harga Brent masih menguat 4,9%, sedangkan WTI naik 6,4%. Kenaikan tersebut dipicu oleh ketegangan geopolitik baru antara AS dan pembeli minyak Rusia.
Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor baru mulai 1 Agustus, dengan kisaran 10%-41% terhadap negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang dengan AS, termasuk Kanada, India, dan Taiwan.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran bahwa beban tarif akan mengerek harga barang dan menekan konsumsi, termasuk untuk energi. Analis memperingatkan potensi pelemahan ekonomi global dan tertahannya permintaan bahan bakar.
Kondisi ini diperparah dengan inflasi yang meningkat di AS pada Juni, dipicu lonjakan harga barang impor. Hal ini mendukung ekspektasi bahwa The Federal Reserve kemungkinan akan menunda pemangkasan suku bunga hingga setidaknya Oktober.
Di sisi lain, pasar juga mencermati ancaman AS untuk menjatuhkan tarif sekunder hingga 100% terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia, khususnya China dan India. Langkah ini bertujuan untuk menekan Rusia menghentikan perang di Ukraina.
Menurut JPMorgan, potensi tarif ini bisa mengancam hingga 2,75 juta barel per hari ekspor minyak Rusia melalui laut, dan berisiko mengganggu arus pasokan global. "Sanksi terhadap eksportir minyak terbesar kedua di dunia akan sangat sulit dilakukan tanpa memicu lonjakan harga," tulis analis JPMorgan.
Meski saat ini harga belum bergerak drastis, pelaku pasar tetap waspada terhadap arah kebijakan dagang AS dan perkembangan geopolitik ke depan. Keseimbangan pasar masih rapuh, tergantung bagaimana kedua sentimen ini saling mengimbangi: ketakutan permintaan yang lemah versus risiko pasokan terganggu.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tensi AS-Iran Bikin Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi 2 Bulan