
Harga Minyak Stabil, Ketegangan Geopolitik Jadi Sorotan Pasar

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah global mengalami pergerakan campuran pada perdagangan Kamis (31/7/2025) pagi, di tengah ketegangan geopolitik yang terus membayangi pasar energi. Meski Brent terkoreksi tipis, harga minyak acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI), masih bertahan kokoh di kisaran US$70 per barel.
Mengacu pada Refinitiv pukul 10.05 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober 2025 berada di posisi US$73,10 per barel. Angka ini melemah tipis 0,19% dari penutupan hari sebelumnya yang berada di US$73,24. Sementara itu, WTI tercatat stagnan di level US$70 per barel.
Dalam sepekan terakhir, harga Brent telah mencatat kenaikan sekitar 6,8%, menguat dari posisi US$68,44 pada Jumat pekan lalu. Kenaikan ini mencerminkan ekspektasi pasar terhadap potensi gangguan pasokan global, khususnya akibat tensi geopolitik yang kembali memanas.
Salah satu sentimen utama datang dari pernyataan terbaru Presiden AS Donald Trump yang memberi tenggat waktu 10 hari kepada Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina. Jika tidak, Trump mengancam akan memperluas sanksi, termasuk tarif baru atas ekspor minyak dan komoditas energi Rusia.
Ancaman ini turut disertai kritik terhadap India yang masih membeli minyak dan senjata dari Rusia. Trump bahkan mengisyaratkan bakal mengenakan tarif 25% atas ekspor India ke AS mulai Jumat ini. Hal ini memicu kekhawatiran investor bahwa pasokan global dari Rusia bisa terganggu lebih jauh, mengingat peran Rusia sebagai salah satu eksportir minyak terbesar dunia.
Namun, potensi penguatan harga tertahan oleh laporan terbaru dari Energy Information Administration (EIA) yang menunjukkan lonjakan tak terduga dalam stok minyak mentah AS. Persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 7,698 juta barel untuk pekan yang berakhir 25 Juli-kenaikan mingguan tertinggi sejak Januari. Sebelumnya, pasar memperkirakan penurunan 2,5 juta barel.
Kenaikan stok ini disebabkan kombinasi dari peningkatan produksi domestik dan impor, sementara ekspor justru menurun. Hal ini bisa menjadi sinyal bahwa pasokan domestik AS kembali melimpah dan dapat menahan laju kenaikan harga minyak ke depan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Bangkit, Ada Peran AS dan Iran