
Bank Ramai-Ramai Pilih Taruh Uang di Surat Berharga, Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia — Perbankan terpantau gencar menambah kepemilikan surat berharga di kala permintaan kredit lesu dan pertumbuhan tabungan masyarakat seret.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti kecenderungan tersebut sebagai salah satu penyebab lesunya pertumbuhan kredit industri perbankan.
Beberapa bank terbesar RI pun juga terpantau mencatatkan peningkatan pada kepemilikan surat berharga. Mereka menyatakan itu dilakukan sebagai bentuk dari strategi pengelolaan likuiditas.
Di antaranya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan kepemilikan surat berharga tumbuh 9,22% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp224,65 triliun hingga Mei 2025. Sementara itu, pertumbuhan kredit bank pelat merah itu juga bertumbuh tinggi 13,63% yoy menjadi Rp1.309,68 triliun pada periode yang sama.
Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara mengatakan pihaknya secara aktif melakukan penempatan likuiditas pada instrumen surat berharga negara (SBN) dan surat berharga lainnya sebagai salah satu alternatif instrumen aset produktif.
Menurutnya, itu merupakan bagian dari strategi manajemen likuiditas (liquidity management) dan optimalisasi asset liability management bank dengan menyesuaikan tren serta kondisi perekonomian.
"Adapun penempatan likuiditas pada instrumen SBN dan surat berharga lainnya dilakukan dalam rangka mendapatkan imbal hasil yang optimal dengan tingkat risiko yang terukur," terang Ashidiq kepada CNBC Indonesia, Selasa (22/7/2025).
Ke depan, bank berlogo pita emas itu melihat kondisi likuiditas berangsur membaik sehingga strategi penempatan dana akan terus dioptimalkan dengan mengedepankan pengelolaan portfolio yang komprehensif dan memperhatikan prinsip-prinsip risiko yang prudent.
Ashidiq menambahkan strategi pengelolaan portfolio baik kredit maupun surat berharga akan dinamis menyesuaikan dengan perubahan tren yang terjadi. Antara lain ekses likuiditas yang tersedia, demand dari client baik institutional maupun individual, risk appetite perbankan serta prospek ekonomi ke depan.
Selain itu PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) tercatat menghimpun Rp369,82 triliun, naik 8,95% yoy per Mei 2025. Sedangkan penyaluran kredit bank swasta terbesar RI tercatat naik 11,80% yoy menjadi Rp924,26 triliun pada periode yang sama.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyampaikan bahwa penempatan dana pada instrumen surat berharga merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan. Ia menyebut BCA senantiasa menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat.
Hera mengatakan penempatan dana pada instrumen surat berharga juga dilakukan untuk mendukung perekonomian nasional.
"BCA berkomitmen untuk mengelola likuiditas secara pruden serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dalam penerapan manajemen risiko," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (23/7/2025).
Selain kedua big banks RI tersebut, sejumlah bank yang tergolong KBMI III tercatat membukukan pertumbuhan kepemilikan surat berharga yang tinggi. Seperti, PT Bank Permata Tbk. (BNLI) yang membukukan kepemilikan surat berharga sebesar Rp66,35 triliun, naik 29,80% yoy pada Mei 2025. Pertumbuhan penyaluran kredit bank milik Bangkok Bank itu juga tinggi sebesar 9,5% yoy menjadi Rp159,83 triliun pada periode yang sama.
Chief of Treasury Permata Bank Suryadi Ong mengatakan pihaknya secara konsisten menerapkan strategi optimalisasi neraca dengan tetap beradaptasi dengan dinamika pasar domestic dan global. Ia mengatakan seiring dengan pertumbuhan deposit Permata Bank sebesar 9,0%, sebagian dana juga ditempatkan di asset likuid sebagai bagian strategi manajemen likuiditas.
"Peningkatan surat berharga merupakan akibat dari realokasi aset likuid dari sebelumnya berupa penempatan dana ke BI dan antar bank menjadi Surat Utang Negara dan BI," terang Suryadi kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/7/2025).
Untuk diketahui, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77% yoy per Juni 2025, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan 8,43% yoy pada Mei 2025. Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat menjadi 6,96% yoy pada Juni 2025, namun masih di bawah pertumbuhan kredit.
Adapun BI menargetkan pertumbuhan kredit perbankan sebesar 8% hingga 11% pada akhir tahun ini. Target itu telah direvisi ke bawah dari sebelumnya 11% hingga 13%.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alarm Likuiditas Berbunyi Nyaring, Terdengar dari Bank Jumbo di RI
