
Asuransi Akan Wajib Ikut Penjaminan Polis LPS, Beda dengan Reasuransi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah bersiap untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP) yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2028. Direktur Eksekutif Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS, Ridwan Nasution menjelaskan perbedaan peran PPP dengan reasuransi.
Perusahaan reasuransi, kata dia, seperti menjamin kemitraan dengan perusahaan asuransi ketika masih berdiri. Ridwan mencontohkan, perusahaan asuransi mengeluarkan polis dengan manfaat senilai Rp1 miliar dan direasuransikan sebesar Rp500 juta ke perusahaan asuransi.
"Ketika terjadi klaim [dari pemegang polis], maka akan dibayar dulu oleh dia Rp1 miliar, kemudian nanti ditagihkan Rp500 jutanya ke reasuransi, jadi reasuransinya itu nanggung sebagian," jelas Ridwan usai acara Indonesia Re International Conference 2025 di Menara Danareksa, Selasa (22/7/2025).
Sementara itu, PPP juga akan menjamin manfaat polis tersebut. Tetapi, penjaminan tersebut akan berjalan ketika perusahaan asuransi tersebut kolaps dan dicabut izin usahnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Nah, once dicabut izinnya sama OJK, kan nggak ada yang ngurusin polisnya masyarakat yang nggak ada yang bayar. Nah di situlah LPS masuk untuk membayar si pemegang polis, bedanya disitu dengan reasuransi," terang Ridwan.
Dalam prosesnya, ia menjelaskan PPP nantinya akan melihat kontrak yang dimiliki oleh perusahaan asuransi tersebut.
"Bisa jadi sebelum-sebelumnya perusahaan asuransi itu udah penuh restrukturisasi kontrak segala macam, nggak masalah kan ya. Tapi yang terakhir akan dilihat berapa kontrak asuransinya, nah nanti LPS akan menjamin certain limit, jadi belum tentu semua manfaatnya itu dijamin," pungkas Ridwan.
Sama seperti penjaminan tabungan nasabah perbankan, penjaminan polis nantinya akan memiliki ketentuan nilai batas. Namun, Ridwan menyebut besarannya masih dibahas di Kementerian Keuangan.
Sebagai informasi, PPP merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU PPSK) No.4/2023. Dalam penyelenggaraan PPP, setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis.
Selain itu, perusahaan asuransi yang akan mengikuti program tersebut harus dinyatakan memenuhi tingkat kesehatan tertentu.
Ridwan menyebut salah satu indikator untuk kepesertaan program tersebut adalah tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Maka, risk based capital (RBC) menjadi salah satu kriterianya.
Tetapi, Ridwan menegaskan bahwa hal itu juga masih dibahas dengan Kementerian Keuangan.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK: Defisit Neraca Pembayaran Reasuransi Bengkak Rp 12,1 T