Kredit Tumbuh Lesu, Bank Papan Tengah Getol Timbun Surat Berharga

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
Senin, 21/07/2025 09:40 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepemilikan surat berharga oleh sejumlah bank berukuran menengah terpantau naik pesat dalam setahun terakhir. Hal ini terjadi kala industri perbankan diliputi tantangan pertumbuhan kredit dan tabungan masyarakat melambat sepanjang tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti hal ini dalam Rapat Dewan Gubernur BI pekan lalu. Ia menyebut lemahnya pertumbuhan kredit salah satunya disebabkan oleh kecenderungan bank menempatkan dana pada surat-surat berharga dan meningkatkan standar penyaluran kredit.


Kondisi ini nyata tercermin pada sejumlah bank yang tergolong dalam KBMI III, yang mencatatkan kenaikan secara tahunan yang amat tinggi pada kepemilikan surat berharga mereka. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit mereka terpaut mini atau anjlok.

Di antaranya, PT Bank Pan Indonesia Tbk. (PNBN) yang mencatatkan pertumbuhan penempatan dana di surat berharga negara sebesar Rp50,86 triliun pada Mei 2025, naik 80,4% year on year (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit turun -4,34% yoy menjadi Rp123,67 triliun pada periode yang sama.

Presiden Direktur PaninBank, Herwidayatmo menjelaskan bahwa kenaikan surat berharga tersebut terutama terjadi pada kuartal IV-2024. Menurutnya, bank milik Keluarga Gunawan tersebut melakukannya karena berkaca dari permintaan kredit yang seret tahun lalu.

"Dalam kondisi pertumbuhan kredit yang terbatas tahun lalu, PaninBank memilih investasi yang aman dan memberikan yield yang masih cukup baik, berupa surat berharga," kata Herwidayatmo kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

Sementara itu, PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) mencatatkan pertumbuhan kepemilikan surat berharga sebesar 18,55% yoy menjdi Rp77,11 triliun pada Mei 2025. Direktur OCBC Indonesia, Hartati mengatakan pihaknya menempatkan kelebihan likuiditas pada kepemilikan surat berharga, sebagai bagian dari manajemen likuiditas dengan mempertimbangkan imbal hasil yang optimal.

"Pada saat bersamaan, bank tetap mengoptimalkan fungsi intermediasi-nya dengan fokus pada pertumbuhan CASA dan dalam menyalurkan kredit dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian ditengah kondisi yang masih penuh tantangan," kata Hartati kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

Tercatat, pertumbuhan kredit OCBC Indonesia naik 6,37% yoy menjadi Rp164,51 triliun pada Mei 2025. Angka tersebut di bawah rentang target pertumbuhan kredit BI, yakni sebesar 8%-11% pada akhir tahun 2025.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga mencatatkan pertumbuhan kredit yang terbilang mini, 5,2% yoy menjadi Rp366,5 triliun pada Mei 2025. Sedangkan pertumbuhan kepemilikan surat berharga bank pelat merah itu jauh lebih tinggi, sebesar 11,49% yoy menjadi Rp63,63 triliun pada periode yang sama.

Menurut Direktur Finance & Strategi BTN, Nofry Rony Poetra, permintaan dan pertumbuhan kredit di bank itu masih baik. Sama dengan bank-bank sebelumnya, ia mengatakan penempatan surat berharga merupakan bagian dari strategi investasi dan manajemen likuditas.

"Demand dan growth kredit di BTN bagus. Penempatan di surat berharga sesuai strategi investasi dan pengelolaan likuiditas," kata Nofry kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

Selain ketiga bank tersebut, PT Bank Permata Tbk. (BNLI) juga mencatatkan kenaikan tinggi pada kepemilikan surat berharga, yakni sebesar 29,80% yoy menjadi Rp66,33 triliun pada Mei 2025. Meski demikian, pertumbuhan kredit bank milik Bangkok Bank itu mampu tumbuh lebih tinggi dari industri perbankan, yakni sebesar 9,5% yoy menjadi Rp159,83 triliun pada periode yang sama.

Terkait hal ini, manajemen PermataBank tidak segera memberikan tanggapan kepada pertanyaan CNBC Indonesia.

Bank Pilih "Cari Aman"

Per Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77% yoy, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43% yoy. Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat menjadi 6,96% yoy pada Juni 2025, namun masih di bawah pertumbuhan kredit.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan menyebut kecenderungan penempatan dana bank surat berharga ini bisa saja menjadi salah satu penyebab pertumbuhan kredit perbankan lesu sepanjang tahun ini. Namun bukan tanpa sebab, ia menyebut keputusan itu diambil bank dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang tak kondusif.

"Bank juga memerlukan instrumen produktif yang lebih aman ketika kondisi ekonomi belum sepenuhnya membaik, serta harus menjaga likuiditas bank," kata Trioksa kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

Selaras, Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan penempatan dana bank di obligasi disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi dan lemahnya permintaan kredit yang berkualitas.

"Di tengah kondisi ekonomi global yang masih rentan dan risiko kredit yang meningkat, bank cenderung mencari instrumen yang lebih aman dan likuid seperti SBN yang menawarkan imbal hasil pasti dan risiko gagal bayar sangat rendah," kata Arianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

Terlebih, Arianto mengatakan permintaan kredit dari sektor riil yang belum sepenuhnya pulih membuat bank lebih memilih menunggu momentum yang tepat sambil menjaga kualitas aset.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kredit Perbankan Melambat, Bank Pangkas Target RBB 2025