IHSG Naik 8 Hari Beruntun, Analis Ungkap Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan selama 8 hari berturut-turut sebesar 4,21% sejak 7 Juli 2025 hingga 17 Juli 2025, dan terakhir berada di posisi 7.192,01.
Tren penguatan IHSG itu juga tidak terlepas dari aksi pembelian investor asing. Stockbit mencatat jumlah net buy asing dari tanggal tersebut 10 Juli 2025 hingga 16 Juli 2025 saja mencapai Rp25,6 triliun.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan, sentimen yang mendukung kenaikan IHSG saat ini disebabkan oleh sejumlah sentimen. Mulai dari penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia sebanyak 25 bps, kerjasama antara Amerika dan berbagai negara lainnya dapat tercapai, sehingga menjaga inflasi untuk tetap rendah dan berpeluang agar The Fed dapat menurunkan tingkat suku bunga.
Begitupun dengan Indonesia yang telah mencapai kesepakatan dengan Amerika.
Ia mengaku, kenaikan IHSG juga tak terlepas dari dukungan emiten-emiten yang melakukan pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO).
"Ketika situasi dan kondisi memburuk, saham saham IPO kemarin menjaga daya tarik pelaku pasar dan investor untuk bisa masuk ke dalam bursa," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/7).
Nico melanjutkan, saham yanh baru saja IPO cukup menarik, sehingga, saham-saham yang berkorelasi positive dengan saham saham IPO pun menjadi buruan pelaku pasar dan investor. Saham IPO yang memiliki keterbatasan juga membuat pelaku pasar dan investor mengejar saham saham yang masih memberikan peluang mengalami kenaikkan.
"Hal ini yang membuat IHSG pun juga mengalami kenaikkan meskipun situasi dan kondisi kemarin sempat penuh dengan tekanan," sebutnya.
Terkait Price Earning Ratio (PER) saham-saham konglomerat seperti Prajogo Pangestu yang juga menjadi daya tarik, semua akan kembali kepada ekspektasi pelaku pasar dan investor.
"Sejauh mana mereka dapat menyakini bahwa fundamental perusahaan tersebut memang secerah dan sedahsyat itu meskipun secara ratio sudah amat sangat mahal," ungkapnya.
Menurutnya, selama ada nilai potensi di masa yang akan datang, berarti masih ada peluang kenaikkan. "Semua akan kembali kepada perspektif pelaku pasar dan investor," imbuhnya.
Nico mengungkapkan, arah investasi di pasar moda ke depannya akan tetap sama. Namun perubahan akan terus terjadi seiring berjalannya waktu. Bermain saham bukan hanya secara fundamental dan waktu, tapi juga berbicara mengenai perspektif dan persepsi dari kacamata masing masing pelaku pasar dan investor.
"Apabila secara valuasi mahal, tapi pelaku pasar dan investor punya keyakinan lebih bahwa saham akan naik, maka saham tersebut akan naik karena pelaku pasar dan investor membeli saham perusahaan tersebut. Jangan lupa rumors dan asumsi pun akan menggerakan pasar," jelasnya.
Sementara terkait febomena 'In Pak PP we trust' berarti memikiki keyakinan bahwa perusahaan yang melantai merupakan perusahaan yang memang memiliki fundamental yang baik, potensi valuasi di masa yang akan datang akan naik, dan memiliki prospek yang menarik.
"Karena selama ini kita melihat banyak perusahaan yang melantai, namun tidak baik secara fundamental sehingga kenaikkan harga setelah IPO mengalami penurunan hingga ke yang terdalam," jelasnya.
Ia menambahkan, dalam berinvestasi saham, ini bukan hanya tentang valuasi dan fundamental perusahaan atau bukan hanya berbicara sektor. Tapi berbicara mengenai perspektif, persepsi, ekspektasi, narasi dan asumsi. Sehingga semua juga harus diperhitungkan, dan jeli melihat peluang kenaikkan harga saham dari 900an saham yang beredar di pasar.
Harga saham akan kembali kepada fundamental perusahaan, itu memang benar adanya. Namun selama ekspektasi dan asumsi positif melekat, peluang kenaikkan akan selalu terbuka sekalipun secara ratio mungkin sudah tidak masuk akal.
"Dan jangan lupa di sesuaikan juga dengan situasi dan kondisi global serta regulasi dan business plan dari pemerintah serta rumors yang berkembang sehingga membuat asumsi menjadi semakin liar adanya. Meskipun kebenaran belum menunjukkan tandanya," tuturnya.
Sementara, Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga mengaku bahwa penguatan IHSG selama 8 hari memang lebih dipengaruhi oleh dinamika IPO dan juga terkait dengan dinamika saham konglomerat Prajogo Pangestu.
Namun, terlepas dari saham Prajogo Pangestu, kapitalisasi pasar dan bobot pasarnya memang besar.
"Wajar saja mendorong terjadinya penguatan IHSG. Apalagi pada saat penguatan IHSG selama 8 hari ini kita melihat interjeksi pergerakan harga sama banking relatifif volatile," ungkapnya saat dihubungi.
Sementara, terkait dengan demand and supply di market selama fenomena 'In Pak PP We Trust', permintaannya memang cenderung kuat, tentunya ini membuat harga selamanya naik
"Kalau misalnya terjadi supply, terjadi oversupply, maka dari situ harga sahamnya akan berkoreksi. Jadi ya pasti hal sebut akan mengabaikan valuasi. Valuasi misalnya secara fundamental," ucapnya.
Menurutnya, selama tingkat demand-nya kuat, maka harga sahamnya pun akan terus terapresiasi.
"Jadi sebenarnya ini merupakan uang yang terbesar bagi para pelaku investor untuk investasi di pasar modal, khususnya di pasar modal di Indonesia," pungkasnya.
(ayh/ayh)