Kripto Jadi Andalan untuk Cuci Uang, Uni Eropa Lakukan Ini

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Rabu, 16/07/2025 15:25 WIB
Foto: REUTERS/Christinne Muschi

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Anti Pencucian Uang Uni Eropa (AMLA) menyebut aset kripto sebagai tantangan terbesar dalam mencegah aliran uang haram ke sistem keuangan Eropa. Ketua AMLA, Bruna Szego, menilai pasar kripto sangat rentan terhadap risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Menurut Szego, kewaspadaan tinggi diperlukan karena pasar Eropa masih terfragmentasi, sementara banyak penyedia layanan kripto sedang berupaya mendapatkan lisensi melalui kerangka perizinan baru yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Risiko juga meningkat akibat sifat lintas batas aset kripto, anonimitas kepemilikan, serta kecepatan transfer yang tinggi.

AMLA, yang baru resmi beroperasi sejak 1 Juli, menyatakan fokus awalnya adalah memperkuat pengawasan terhadap kripto. Dalam pernyataan Selasa lalu, AMLA menyoroti potensi lemahnya pengawasan akibat perbedaan standar di antara 27 regulator nasional di kawasan.


Szego menegaskan bahwa regulator harus memperhatikan siapa pemilik manfaat sesungguhnya dari penyedia layanan kripto, termasuk struktur kepemilikan dan keterkaitan dengan aktivitas terlarang. Ia menyebut penting untuk memastikan bahwa pemilik tidak terlibat dalam praktik pencucian uang atau pendanaan terorisme.

Peringatan ini muncul di tengah penyelidikan jaksa Prancis terhadap Binance atas dugaan pelanggaran hukum pencucian uang dan pendanaan terorisme, tuduhan yang telah dibantah perusahaan. Sebelumnya, pendiri Binance, Changpeng Zhao, mundur dari posisi CEO pada 2023 sebelum dijatuhi hukuman penjara oleh otoritas AS serta denda sebesar US$4,3 miliar.

Szego menyatakan bahwa saat AMLA mulai melakukan pengawasan langsung terhadap sekitar 40 lembaga keuangan terbesar dan paling berisiko di Uni Eropa pada 2028, beberapa di antaranya kemungkinan besar berasal dari sektor kripto. Pernyataan ini senada dengan kritik dari Financial Action Task Force (FATF) yang menilai banyak yurisdiksi global masih kesulitan dalam mengatur aset kripto.

FATF memperkirakan sekitar 75% yurisdiksi di dunia belum sepenuhnya patuh terhadap standar anti pencucian uang yang ditetapkan. Hal ini kontras dengan pendekatan lebih ramah kripto yang diambil pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump, termasuk penghentian beberapa kasus hukum besar terhadap perusahaan kripto.

Sebagai langkah awal, AMLA akan melakukan peninjauan tematik terhadap otoritas nasional dan analisis bersama dengan unit intelijen keuangan tiap negara. Meski saat ini hanya memiliki 30 staf, AMLA menargetkan jumlah karyawan bertambah menjadi 120 di akhir tahun, 240 pada 2026, dan 430 saat pengawasan langsung dimulai pada 2028.

Szego mengungkapkan bahwa proses rekrutmen memerlukan waktu enam hingga sembilan bulan. Ia menegaskan pentingnya regulator memastikan hanya perusahaan kripto dengan sistem kepatuhan efektif sejak awal yang dapat memperoleh lisensi.

AMLA juga meminta agar perusahaan kripto memiliki anggota dewan yang memahami prinsip anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Langkah ini diyakini krusial untuk memperkuat integritas sistem keuangan Eropa di tengah berkembangnya pasar aset digital.


(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: COIN Bakal Melantai di Bursa, Simak Prospeknya!