Literasi Masih Kurang, Sri Mulyani Tak Mau Lagi Warga RI Tertipu
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan setiap anggota lembaga keuangan harus berperan dalam literasi dan edukasi keuangan kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi menjadi korban penipuan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi digital.
"Sehingga mereka (masyarakat) tidak mudah termakan praktik-praktik teknologi digital, tetapi berpotensi berdampak negatif jika tidak disertai literasi," tegas Sri Mulyani, dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025 di International Convention Exhibition (ICE) BSD City, Kamis (30/1/2025).
Berdasarkan survei SNLIK OJK pada 2024, disebutkan bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 65% dan 75%. Untuk itu, literasi keuangan semakin dibutuhkan perkembangan teknologi dan terjadinya disrupsi, terutama dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
AI menjadi salah satu game changer yang ikut mempengaruhi tatanan global baik dari sisi politik, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, dia berpesan semua pihak harus bijaksana dalam menghadapi disrupsi AI ini.
"Disrupsi AI itu sudah pasti hadir. Apakah ini bermakna positif atau negatif itu tergantung kita dalam menerapkan ekosistemnya. Bila kita mampu menjaga dan memperkuat ekosistem perekonomian maka kehadiran AI dan digital teknologi bisa memberikan kesempatan baru di tengah ketidakpastian ekonomi," ungkapnya
Di sisi lain, dia juga mengharapkan lembaga keuangan, terutama perbankan mampu meningkatkan fungsi intermediasi, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara merata. Dengan begitu perekonomian Indonesia bisa lebih kuat yang didukung setiap entitas, mulai dari grassroot.
"Situasi keuangan global yang bisa merambat ke Indonesia harus diwaspadai, apakah itu suku bunga, nilai tukar, bahkan situasi geopolitik. Oleh karena itu, lembaga keuangan termasuk perbankan melihat neraca dan kinerja keuangan agar bisa menjaga situasi ekonomi yang dinamis," ungkapnya.
(rah/rah)