Ramalan Gubernur BI: The Fed Bakal 2 Kali Pangkas Suku Bunga di 2025

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
Senin, 16/12/2024 07:55 WIB
Foto: Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Tahun 2024 di Grha Bhasvara Icchana, kompleks kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (29/11/2024) malam. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) diyakini tak akan agresif menurunkan suku bunga pada tahun depan. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam seminar Kafegama, Sabtu lalu (14/12/2024).

Perry memperkirakan The Fed hanya akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun 2025. Proyeksi ini turun dibandingkan sebelumnya, sebanyak empat kali. Menurut Perry, sikap The Fed ini dipengaruhi oleh naiknya inflasi global dan pertumbuhan ekonomi AS.

"Inflasi global, ini yang kami perkirakan Fed Fund Rate tahun depan kemungkinan hanya turun dua kali setelah sebelumnya saya perkirakan empat kali, jadi dua kali," kata Perry, dikutip Senin (16/12/2024).


Kemudian, dia mengatakan pertumbuhan ekonomi global juga akan menurun menjadi 3,1% pada 2025 dan 3,0% pada 2026 imbas dari ketidakpastian global efek kebijakan presiden terpilih AS Trump, American First yang akan membawa perubahan besar pada lanskap geopolitik dan perekonomian global

Hanya AS, menurut Perry, yang akan memiliki pertumbuhan ekonomi positif pada 2025 dan 2026.

"Dunia akan menurun, tetapi perpindahan satu negara dan negara lain berbeda-beda. Ekonomi dunia akan menurun dari sekarang 3,2% ke 3,1% tahun 2025 dan turun ke 3% di tahun 2026" kata Perry.

Dalam kesempatan ini, Perry juga mengingatkan adanya risiko dari kenaikan imbal hasil suku bunga obligasi pemerintah AS alias US Treasury yang sangat tinggi.

Dia mengungkapkan yield US Treasury akan meningkat ke 4,7% pada 2025 dan 5,0% di 2026. Hal ini ditenggarai oleh membengkaknya defisit fiskal dan utang pemerintah Amerika.

"Fed Fund Rate akan turun lebih sedikit," ujarnya.

Kemudian, imbal hasil US Treasury, obligasi AS, meningkat tajam dan memperkuat posisi dolar AS. Kondisi ini memicu investor global berlomba-lomba ingin investasi di pasar AS.

"Itu masalahnya suku bunga tinggi dan dolarnya kuat," ungkap Perry.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed