
Menanti Risalah The Fed, Waspada Badai Rupiah Belum Usai!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mulai terpantau bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun, pada Rabu hari ini (9/10/2024) pelaku pasar kembali mendapat tantangan dari penantian data inflasi AS.
Melansir Refinitiv, pada penutupan perdagangan Selasa kemarin (8/10/2024) rupiah menguat 0,22% dalam sehari ke posisi Rp15.640/US$.
Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa yang sedikit turun dari US$150,2 miliar menjadi US$149,9 miliar pada Senin (7/10/2024).
Kendati ada penurunan, posisi cadangan devisa masih cukup kuat untuk menutupi 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor sekaligus memenuhi pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Hal ini menunjukkan bahwa BI masih memiliki ruang untuk melakukan intervensi guna menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan eksternal yang kuat.
Menurut BCA Economic Research, meski penguatan rupiah ini masih terbatas, intervensi BI dan posisi cadangan devisa yang masih melimpah menjadi faktor kunci dalam menopang nilai tukar.
Pasar juga melihat adanya peluang pemangkasan suku bunga oleh BI seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed di masa mendatang, yang diharapkan akan meredakan tekanan lebih lanjut terhadap rupiah.
Dengan kondisi ini, rupiah menunjukkan ketahanan yang cukup baik, meskipun risiko dari perkembangan geopolitik global masih perlu terus dipantau.
Selain itu, prospek dana asing kembali ke RI masih bisa berlanjut mengingat pergerakan bursa Asia terutama dari China dan Hongkongyang sudah mulai price-in sentimen stimulus jumbo.
Dikutip dari BBC, rally pasar saham di China telah memudar setelah investor kecewa dengan pengumuman stimulus yang sangat dinanti-nantikan.
Saham melonjak lebih dari 10% saat perdagangan dibuka kembali setelah libur Golden Week, tetapi turun kembali setelah konferensi pers oleh perencana ekonomi negara tersebut.
Setelah hari perdagangan yang volatil, Indeks Komposit Shanghai di daratan China ditutup 4,6% lebih tinggi, sementara Hang Seng di Hong Kong anjlok 9,4%.
Investor berharap mendapatkan informasi lebih lanjut tentang bagaimana pemerintah berencana mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi pengumuman tersebut memberikan sedikit rincian.
Beralih pada hari ini, pelaku pasar berbalik lagi mode wait and see menanti data genting AS, yakni risalah the Fed yang kemudian berlanjut inflasi AS.
Setelah pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) bulan lalu, para investor di Wall Street akan sangat memperhatikan apa yang akan disampaikan Ketua The Fed Jerome Powell dan pihak Fed tentang arah kebijakan moneter di pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada Kamis dini hari nanti (10/10/2024). Hal ini berpotensi berdampak signifikan pada sentimen pasar dan harga aset.
Pada esok hari pelaku pasar juga menanti data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS untuk periode September 2024.
Sebagai informasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2024 naik atau mengalami inflasi 0,2% secara bulanan (mtm) dan melandai menjadi 2,5% secara tahunan (yoy), dari 2,9% secara tahunan pada periode Juli. Hal ini menandai kenaikan tahunan terkecil sejak Februari 2021 dan menunjukkan bahwa inflasi sedang dalam perjalanan menuju target bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%.
Teknikal Rupiah
Pergerakan rupiah dalam melawan dolar AS sejauh ini masih dalam tren pelemahan untuk basis waktu per jam. Jika pelemahan pada hari ini berlanjut, pelaku pasar bisa mengantisipasi resistance terdekat di Rp15.700/US$, posisi ini merupakan level psikologis berdasarkan round number sekaligus high candle intraday yang dicapai 7 Oktober 2024.
Sementara itu, jika terjadi penguatan lebih lanjut, bisa cermati support terdekat di Rp15.585/US$ yang didapatkan dari garis ratar-rata selama 50 jam atau Moving Average/MA 50.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prospek Rupiah Hari Ini : Digoyang Reshuffle - Prospek Suku Bunga!