Ciri-Ciri Saham Gorengan, Investor Pemula Wajib Tahu

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Minggu, 22/09/2024 20:00 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Dafar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham gorengan merupakan istilah yang merujuk pada saham yang mengalami kenaikan luar biasa akibat dimanipulasi. Saham gorengan dapat diartikan sebagai saham perusahaan yang kenaikannya di luar kebiasaan karena pergerakannya sedang direkayasa oleh pelaku pasar dengan tujuan kepentingan tertentu.

Meski berisiko tinggi, saham gorengan kerap dimanfaatkan oleh sejumlah trader untuk meraup untung dalam waktu sikat.

Jika Anda baru terjun di investasi saham, penting untuk memahami bahwa aksi saham gorengan ini kerap menelan korban para investor ritel. Seperti yang terjadi dalam kasus korupsi dana pengelolaan investasi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akibat praktik manipulasi perdagangan saham di Tanah Air.


Berikut adalah ciri-ciri saham gorengan.

Masuk daftar UMA

Salah satu ciri saham gorengan adalah masuk ke dalam daftar unusual market activity (UMA). Saham tersebut biasanya disemprit duluan oleh PT Bursa Efek Indonesia karena kenaikan yang terlalu ekstrem lebih dari 2 hari. Definisi ekstrem adalah naik hingga batas terbesar harian (auto reject atas, ARA), baik 20%, 25%, atau 35% per hari, tergantung dari harga sahamnya.

Untuk kelas saham di atas Rp 5.000/saham, ARA-nya hanya 20%. Saham di antara Rp 200-Rp5.000/saham 25%. Dan saham dengan harga Rp 50-Rp 200/sahama adalah sebesar 35% per harinya.

Karena sudah masuk radar bursa, maka UMA juga dapat menjadi alarm dan peringatan kepada investor dan trader di pasar bahwa penguatan harganya sudah di luar kebiasaan dan ada kemungkinan saham tersebut sedang dibandari predator pasar.

Volume dan nilai transaksi

Selain itu investor juga dapat melihat dari volume dan nilai transaksi harian saham tersebut. Lazimnya saham gorengan memiliki kapitalisasi pasar yang kecil dan masuk kategori lapis dua atau saham lapis tiga, tetapi volume dan nilai transaksi hariannya sangat tinggi dibandingkan dengan perusahaan sejenis, bahkan menyamai transaksi saham unggulan (blue chip).

Sebagai informasi, kapitalisasi pasar adalah ukuran besarnya sebuah perusahaan, didapatkan dari jumlah saham beredar perseroan dikalikan harga pasarnya. Untuk membandingkan sebuah perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain yang sejenis, sebaiknya memperhatikan juga kapitalisasi pasarnya karena selisih yang terlalu jauh akan menyebabkan perbandingan kedua saham kurang berimbang.

Dengan kapitalisasi pasar yang kecil dan/atau kepemilikan investor ritel yang mini, maka bandar dapat lebih mudah dan lebih murah mengelola saham-saham gorengan yang menjadi komoditasnya di pasar modal.

Bid dan offer tidak wajar

Bid adalah antrian beli saham di harga rendah, sedangkan offer adalah antrian jual saham di harga tinggi. Saham gorengan biasaya ditransaksikan dalam jumlah besar, tetapi posisi bid dan offer-nya tipis-tipis.

Artinya, hampir di setiap harga antrian, baik bid maupun offer, antriannya tidak merata bahkan sering hanya 1 lot per harga yang memudahkan bandar menaikkan harga sahamnya.

Kinerja keuangan dan informasi emiten tidak sejalan dengan kenaikan harga

Pergerakan harga yang ekstrem dan tidak karuan membuat harga saham gorengan tidak sejalan dengan kinerja keuangan, atau tidak disertai dengan pemberitaan dan informasi dari internal emiten.

Kadang kinerja keuangannya tumbuh 50%, tetapi tidak jarang justru menciut atau kinerjanya turun lebih dari 50% ketika harganya naik kencang tak henti-hentinya, sehingga kenaikan harga saham seringkali tidak beriringan dengan kinerja dan aksi korporasi yang diumumkan emiten.

Tidak dapat dianalisis

Karena kinerja keuangan tidak setinggi kenaikan harga sahamnya di pasar, rasio keuangan dan valuasi saham gorengan biasanya terlalu tinggi dibandingkan pesaing terdekatnya, atau bahkan tidak masuk akal. Dengan kata lain, saham ini tidak dapat dianalisis secara fundamental.

Valuasi yang biasa digunakan perusahaan adalah rasio harga saham per nilai buku (price to book value, P/BV) dan rasio harga saham per laba (earning per share, EPS). Jika valuasi perusahaan terlalu jauh di atas pesaingnya, misalnya ketika rerata PBV sebuah industri di angka 1,5 kali, maka jika ada emiten yang PBV-nya 20 kali atau bahkan 100 kali maka sebaiknya dihindari.

Secara teknikal, pergerakan saham tersebut juga terlalu berfluktuatif atau justru jarang ditransaksikan sehingga tidak memunculkan indikator analisis teknikal sama sekali.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pilah Pilih Investasi "Harga Diskon" Saat Ekonomi Melemah