Neraca Dagang RI Lampaui Proyeksi, Dolar Melemah ke Rp 15.330

Iftha Nikmatul Khasanah, CNBC Indonesia
17 September 2024 15:11
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah alami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Selasa (17/9/2024) pasca long weekend atau libur panjang akhir pekan lalu.

Melansir dari Refinitiv, mata uang Garuda ditutup pada level Rp15.330/US$, menguat 0,42% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya (13/9/2024). Rupiah masih berkutat pada level Rp15.300/US$ an.

Bersamaan dengan penguatan rupiah, indeks dolar AS (DXY) terpantau melemah ke titik 100,644 dengan turun sebesar 0,12%.

Selain didorong oleh pelemahan DXY, penguatan rupiah hari ini juga didorong oleh optimisme pasar akan pemangkasan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) serta penantian rilis suku bunga Bank Indonesia (BI) esok hari (18/9/2024).

Sentimen positif terutama datang dari ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga The Fed.

Survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pelaku pasar 100% yakin The Fed akan memangkas suku bunga acuannya antara 25 hingga 50 basis poin (bps) dari level saat ini 5,25-5,50%. Ekspektasi ini didukung oleh data inflasi AS yang terus melandai dan tingkat pengangguran yang cenderung tinggi.

Dari dalam negeri, data ekonomi yang dirilis hari ini turut mendukung penguatan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 mencatat surplus sebesar US$2,89 miliar, jauh melampaui konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2024 akan mencapai US$1,82 miliar.

Surplus ini dihasilkan oleh nilai ekspor tercatat tumbuh 5,97% mencapai US$23,56 miliar, sementara impor lebih rendah sebesar US$20,67 miliar.

Hal ini disampaikan oleh Pudji Ismartini, Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS dalam konferensi pers, di kantor BPS, Jakarta, pagi ini. Dengan surplus bulan Agustus, maka Indonesia sudah mengalami surplus selama 52 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Sementara itu, pelaku pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dimulai hari ini dan akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan pada Rabu besok.

Berdasarkan konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 17 lembaga/institusi mayoritas memproyeksikan bahwa BI masih akan menahan suku bunganya di level 6,25%.

Sementara terdapat dua institusi yang memperkirakan BI akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 bps kali ini menjadi 6,00%.

Untuk diketahui, sebelumnya pada 21 Agustus, BI mempertahankan suku bunganya di level 6,25%. Saat itu, suku bunga Deposit Facility berada di 5,50%, dan suku bunga Lending Facility di 7,00%.

CNBC Indonesia Research


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Tergelincir, Dolar Lanjut Naik ke Rp16.195

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular