Gara-Gara Deflasi, Rupiah Dibuka Melemah!

Iftha Nikmatul Khasanah, CNBC Indonesia
03 September 2024 09:09
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi ini (03/09/2024) setelah kemarin BPS mengumumkan RI mengalami deflasi dan kondisi manufaktur kontraksi.

Melansir dari Refinitiv, harga rupiah pagi ini dibuka pada posisi Rp15525/US$ merosot 0,03% dari penutupan harga sebelumnya (02/09/2024). Selang empat menit pembukaan harga rupiah cenderung melemah dan turun menjadi 0,26% ke posisi Rp15560/US$.

Di lain sisi pada awal sesi I ini indeks harga dolar AS (DXY) berada di titik 101,66 yaitu naik 0,02% dari penutupan harga sebelumnya.

Pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan kekhawatiran publik terhadap data data PMI manufaktur Indonesia dan China, deflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) serta sentimen lainnya yang datang dari luar negeri.

kekhawatiran terhadap kondisi sektor manufaktur Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang menekan rupiah.

PMI Manufaktur tercatat turun menjadi 49,3 pada Juli dan 48,9 pada Agustus 2024, posisi terendah sejak Agustus 2021. Kondisi ini menandakan tekanan yang signifikan terhadap sektor manufaktur, yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.

Menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, kontraksi ini meningkatkan kekhawatiran akan potensi penurunan kinerja ekonomi secara keseluruhan.

Selain itu, tren deflasi yang terus berlanjut selama empat bulan terakhir juga memberikan tekanan tambahan.

Pada Agustus 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi sebesar 0,03% secara bulanan, dengan inflasi tahunan hanya mencapai 2,12%.

Deflasi ini menandakan adanya penurunan daya beli masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada sektor-sektor yang bergantung pada konsumsi domestik. Kekhawatiran ini turut memperburuk sentimen pasar terhadap rupiah.

Dari sisi global, penguatan Indeks Dolar AS ke level 101,698 menjadi faktor eksternal yang signifikan. Penguatan ini mencerminkan tingginya permintaan terhadap dolar AS, yang pada gilirannya menekan mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Selain itu, kenaikan imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun ke level 3,91% menarik investor untuk mengalihkan dananya ke aset-aset yang lebih aman di Amerika Serikat, yang berpotensi menyebabkan arus keluar modal dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Tekanan terhadap rupiah juga diperparah oleh kondisi ekonomi di Amerika Serikat dan China. PMI Manufaktur AS turun ke 48 pada Agustus 2024, menandakan kontraksi lebih lanjut dalam aktivitas manufaktur.

Di China, PMI Manufaktur Umum Caixin hanya naik tipis ke 50,4, menunjukkan ekspansi yang sangat moderat, sementara ekspor justru menurun. Kondisi global yang melemah ini menambah tekanan pada nilai tukar rupiah, membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya di tengah ketidakpastian ekonomi.

Namun sebaliknya, dengan tekanan yang beragam dari beberapa sentimen yang ada, nilai tukar rupiah masih tetap bertahan dan terus menguat pada perdagangan hari ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potensi Penguatan Rupiah di Tengah Tekanan Indeks Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular