
IHSG Menguat Jelang Pengumuman Inflasi, Bakal Rekor Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka cenderung menguat pada awal perdagangan sesi I Senin (2/9/2024), di mana investor cenderung menanti rilis data ekonomi penting di dalam negeri pada hari ini.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka menguat 0,22% ke posisi 7.687,42. Selang lima menit setelah dibuka, penguatan IHSG cenderung bertambah sedikit yakni menguat 0,37% ke 7.699,39.
Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 821 miliar dengan volume transaksi mencapai 924 juta lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 73.216 kali.
IHSG pada perdagangan hari ini diprediksi cenderung volatil karena sudah memasuki September. Merujuk Refinitiv, kinerja IHSG cenderung mengecewakan selama September.
Selama kurun waktu 2015-2023 atau sembilan tahun terakhir, IHSG hanya menguat dua kali sementara tujuh sisanya ambruk.
Namun, ada harapan jika IHSG akan mencatat kinerja positif pada September karena ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan mulai memangkas suku bunga pada September.
Jika ini menjadi kenyataan maka IHSG kemungkinan akan mencatat kinerja positif meski ada September Effect.
Di lain sisi, pasar cenderung menanti rilis data ekonomi dari dalam negeri pada hari ini. Adapun data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur periode Agustus 2024 telah dirilis pada pagi hari ini.
Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Agustus 2024. Kontraksi bahkan lebih dalam dibandingkan Juli 2024.
Berdasarkan data dari S&P Global yang dirilis hari ini, menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus.
PMI juga terus memburuk dan turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.
Ambruknya PMI Manufaktur ini tentu memicu kekhawatiran karena manufaktur banyak menyumbang ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Ambruknya manufaktur juga bisa mencoreng kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang turun jabatan Oktober mendatang.
S&P Global menjelaskan manufaktur Indonesia terkontraksi lebih lanjut karena menurunnya output dan pesanan baru dengan tingkat yang lebih tajam.
Perusahaan manufaktur Indonesia juga terus mengurangi jumlah tenaga kerja meski hanya marginal.
""Penurunan dalam manufaktur Indonesia semakin intensif pada Agustus, yang ditandai dengan penurunan tajam dalam pesanan baru dan output untuk pertama kalinya dalam tiga tahun," tutur Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi S&P Global.
Selain PMI manufaktur, pasar juga menanti rilis data inflasi Indonesia periode Agustus 2024. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2024 stagnan 0%% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) yang mengalami deflasi 0,18%.
Sedangkan IHK secara tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan akan naik tipis ke menjadi 2,15% (yoy) pada Agustus 2024 dan IHK inti diproyeksi sebesar 1,99% yoy.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an