Pengamat: Suap Karyawan BEI Tegaskan Kualitas IPO RI Abal-Abal

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
27 August 2024 18:14
Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (5/8/2024). Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau sudah mencapai 4% pada perdagangan sesi II. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (5/8/2024). Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau sudah mencapai 4% pada perdagangan sesi II. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat pasar modal menilai kasus dugaan suap gratifikasi yang dilakukan karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin menunjukkan adanya penurunan kualitas IPO di bursa.

Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat mengatakan, kasus ini berkaitan dengan fenomena dimana bursa dihujani emiten baru yang kurang berkualitas. Di tahun 2023 saja, sudah ada 80 saham baru melantai di bursa, atau setara 10% dari total saham yang terdaftar di BEI.

"Dari sekian banyak yang IPO, tidak ada yang layak investasi. Ini istilahnya perusahaan abal-abal. Jadi ya setelah terungkap kasus ini, ya menjelaskan jadinya," ungkap teguh kepada CNBC Indonesia, Selasa, (27/8/2024).

Menurut Teguh, tanpa kasus ini pun kepercayaan investor ke BEI saat ini sudah terjun bebas. Hal ini bisa dilihat dari Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) yang lesu.

Sebagaimana diketahui, tahun 2021 di saat pasar modal sedang ramai, RNTH mencapai capai Rp30 triliun rupiah per hari. Sementara RNTH di tahun 2023 tercatat sebesar Rp10,75 triliun.

Ia pun berharap kasus ini bisa menjadi titik balik kepercayaan investor. Namun dengan catatan, semua pihak terlibat harus disanksi.

"Seperti OJK itu juga harusnya ada oknumnya, dan masa direktur-direktur (bursa) gak tahu? belum tentu yang dipecat itu bersalah. Bisa jadi dia kambing hitam. Jadi itu bergantung dari tindak lanjut kasus iini, kalau tidak ada nanti pasarmodal tetap akan sepi," tandasnya.

Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, isu ini tidak semestinya berefek pada pasar modal. Pasalnya, investor tetap akan mempertimbangkan sentimen global dan domestik saat berinvestasi.

"Kalaupun ada efek, mestinya cuma jangka pendek. Setelah itu, back to fundamentals dan sentimen global/domestik tentang ekonomi, keuangan, dan politik," jelanya.

Belakangan, santer kabar adanya Pemutusan Hubungan kerja (PHK) atas lima karyawan BEI. Para oknum karyawan diduga membantu memutuskan proses penerimaan calon emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di bursa.

Praktek oleh oknum karyawan penilaian perusahaan tersebut dikabarkan telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan beberapa emiten yang saat ini telah tercatat sahamnya di bursa, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai satu miliaran rupiah per emiten.

Melalui praktek terorganisir ini, bahkan para oknum tersebut kabarnya membentuk suatu perusahaan jasa penasehat yang pada saat dilakukan pemerikasaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp 20 miliar.

Proses penerimaan emiten untuk dapat masuk bursa ini, disinyalir juga melibatkan oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah sebuah perusahaan layak melakukan penawaran umum atau IPO saham, dan selanjutnya mencatatkan sahamnya di bursa.

Bahkan keterlibatan oknum OJK ini, kabarnya melibatkan sampai dengan level kepada departemen. Saat dikonfirmasi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi membantah hal tersebut. "Sepengetahuan saya tidak ada ya gratifikasi ke OJK," katanya.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos OJK Buka Suara Soal Dugaan Suap IPO Puluhan Miliar di BEI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular