Ini Alasan China Tak Akan Kurangi Saham di Smelter & Tambang Nikel RI

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
30 July 2024 14:50
Ilustrasi Tambang
Foto: Ilustrasi Tambang

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dikabarkan tengah berencana untuk mengurangi saham Tiongkok dalam proyek penambangan dan pemrosesan nikel baru agar memperoleh insentif pajak (Inflation Reduction Act/IRA) di Amerika Serikat. Namun, diskusi tersebut diprediksi akan panjang dan alot.

Pemerintah Indonesia tahun lalu dikabarkan sempat bertanya kepada beberapa perusahaan Tiongkok apakah mereka bersedia mengambil saham minoritas sekitar 15% dalam proyek nikel, menurut seorang eksekutif di produsen nikel. Setidaknya satu perusahaan Tiongkok menolak upaya apa pun untuk membatasi investasi baru.

"Kami memiliki teknologi, kami memiliki pasar dan kami hanya mendapatkan persentase kecil dari keuntungan? Itu tidak masuk akal bagi kami," kata eksekutif tersebut, melansir Financial Times, pada Selasa, (30/7/2024).

Mengurangi pengaruh Tiongkok akan menjadi tantangan bagi Indonesia. Sekitar 80-82% produksi nikel berkualitas baterai diperkirakan berasal dari produsen yang mayoritas dimiliki oleh Tiongkok tahun ini, menurut Benchmark Mineral Intelligence (BMI). Hal ini bermula dari larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan oleh pemerintahan Jokowi pada tahun 2020 untuk memaksa penambang, industri dan pembuat baterai berinvestasi di negara tersebut.

Perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan cepat datang dengan miliaran dolar. Investasi tersebut telah mengubah perekonomian dan menjadikan RI pemain penting dalam transisi kendaraan listrik global.

Indonesia menyumbang 57% dari produksi nikel global yang telah dimurnikan, dan pangsa ini diperkirakan akan meningkat menjadi 69% pada akhir dekade ini, menurut BMI.

Hanya sedikit perusahaan asing yang bukan Tiongkok yang beroperasi di industri nikel Indonesia. Vale Indonesia telah bermitra dengan produsen mobil Ford dalam investasi di pabrik peleburan nikel dan sedang dalam pembicaraan dengan Stellantis tentang pabrik peleburan lainnya. Huayou Cobalt dari Tiongkok adalah mitra dalam kedua proyek tersebut.

Ketika mereka bertemu tahun lalu di Washington, Biden dan pemimpin Indonesia Joko Widodo sepakat untuk mengerjakan "rencana aksi" pada mineral penting sebagai permulaan dari perjanjian perdagangan bebas apa pun. Namun, tampaknya anggota parlemen AS telah menyuarakan kekhawatiran atas kehadiran perusahaan Tiongkok di Indonesia dan kerusakan lingkungan dari penambangan dan pemrosesan nikel.

"Ini adalah diskusi yang positif dan kami ingin bekerja menuju perjanjian mineral penting yang akan memungkinkan lebih banyak perusahaan dari AS dan lainnya untuk berinvestasi dalam industri mineral penting di Indonesia," kata Jose Fernández, Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi dan Lingkungan, selama kunjungan ke Jakarta bulan ini.

Bryan Bille, analis kebijakan utama dan geopolitik di BMI, mengatakan akan menjadi tantangan bagi Indonesia untuk memenuhi syarat IRA karena dominannya kehadiran perusahaan Tiongkok, dan "di tengah tahun pemilu dan mengingat penolakan domestik sebelumnya, perjanjian perdagangan AS-Indonesia tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat."

Sebelumnya, wacana pengurangan saham ini terjadi buntut pemerintahan Biden yang berusaha membatasi pengaruh Beijing dalam rantai pasokan kendaraan listrik. Insentif pajak yang menguntungkan tersedia mulai tahun 2025 di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) Presiden Joe Biden.

Namun, insentifnya tidak berlaku untuk kendaraan listrik yang mengandung baterai dan mineral penting seperti nikel yang bersumber dari "entitas asing yang menjadi perhatian," termasuk beberapa perusahaan dengan kepemilikan Tiongkok lebih dari 25 persen.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Divestasi Vale Rampung, Apa PR Besar Pemerintah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular