Banyak BPR Bangkrut Sepanjang Tahun Ini, OJK Bilang Gini
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berbicara mengenai banyaknya jumlah bank perekonomian rakyat (BPR) yang tutup sepanjang tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengatakan bahwa penutupan BPR yang "hampir mencapai" 20 bank itu menunjukkan tidak adanya guncangan sama sekali.
"Penutupan BPR bisa menjadi indikasi yang baik saya kira, bagaimana bekerjanya sistem di Indonesia. Artinya, justru sebetulnya BPR yang sekarang mungkin sudah hampir 20 yang kita tutup itu tidak menimbulkan sama sekali goncangan atau keresahan pada masyarakat," pungkas Dian dalam webinar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Jumat (26/7/2024).
Dian, yang merupakan anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ex-officio, mengatakan bahwa lembaga itu dapat menyikapi jatuhnya BPR-BPR di berbagi tempat dengan cepat. Sehingga deposan masyarakat aman, dan masalah dapat diselesaikan dengan cepat.
"Dan ini suatu confidence yang sangat besar, agar ke depan masyarakat tidak ragu menyimpan di bank umum atau BPR yang dalam pengawasan kita yang semakin baik dari waktu ke waktu," ujarnya.
Namun begitu, Dian mengakui bahwa bank merupakan suatu bisnis yang memiliki kemungkinan menghadapi masalah. Dalam hal ini, BPR juga tak terelakkan dari kemungkinan tersebut.
"Bank adalah salah suatu bisnis dan tentu saja kemungkinan-kemungkinan seperti BPR akan menghadapi situasi yang sulit, mungkin terjadi. Dan dalam hal terjadi situasi paling buruk, kita terpaksa menutupkan, saya kira sistem dan mekanisme bekerja kita sudah cukup siap," tegas Dian.
Seperti diketahui, ada sebanyak 14 BPR telah dicabut izinnya oleh OJK, dalam tujuh bulan pertama tahun ini. Jumlah itu sudah di batas atas rata-rata jumlah bank jatuh setiap tahunnya menurut LPS.
Menurut Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa, setiap tahun ada sebanyak 6 hingga 7 BPR jatuh. Utamanya, bank-bank yang jatuh itu disebabkan oleh mismanagement oleh pemiliknya.
Dian menyebut Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2Sk, semakin memperkuat perbankan. UU tersebut memberikan kewenangan bagi LPS untuk menangani bank bermasalah sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian RI.
Dalam kurun waktu lebih dari setahun setengah UU itu berlaku, sudah banyak permasalahan BPR yang diselesaikan. Dian mengatakan itu dalam rangka memperkuat industri BPR, meskipun otoritas terpaksa melakukan penutupan terhadap yang lemah secara structural dan terindikasi fraud.
(mkh/mkh)